Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

JAKARTA, virprom.com – Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) periode 2002-2005, Marsekal (Penuh) TNI Chappi Hakim mengatakan ada tiga tantangan terkait sistem pertahanan udara Indonesia.

“Kalau kita melihat ke langit dan ingin merancang sistem pertahanan udara Indonesia, kita mempunyai tiga tantangan besar untuk melindungi udara kita,” kata Chappie dalam Brigade Podcast yang ditayangkan di YouTube virprom.com, Rabu (8/5/2024).

Chappy mengatakan tantangan pertama adalah tidak adanya aturan kedaulatan udara Indonesia dalam konstitusi.

Meskipun UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kemaritiman, yang mengatur masalah wilayah udara, aturan tersebut dinilai belum cukup kuat untuk mengatur masalah kedaulatan wilayah udara.

Baca juga: Zona Kedaulatan Udara Indonesia Belum Diatur UUD, Tapi Masih Dianggap Lemah,

“Kita belum menyatakan bahwa wilayah udara kita adalah wilayah kedaulatan NKRI. Itu tidak ada dalam konstitusi kita. Konstitusi kita hanya menyebutkan tanah dan air,” kata Chappy.

Menurut dia, hal tersebut seharusnya diatur dalam Konstitusi, khususnya Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan bahwa kedaulatan atas wilayah udara suatu wilayah bersifat mutlak dan eksklusif sehingga tidak boleh ada penerbangan tanpa izin di wilayah tersebut.

Chappi juga mengingatkan bahwa perbatasan udara Indonesia bisa rentan karena tidak mengklaim kedaulatan wilayah udara dalam konstitusi.

“Kalau ada sengketa, bisa langsung dikatakan, ‘Jangan mencantumkan wilayah udara sendiri sebagai wilayah kedaulatan ya.’ Sudah selesai,” katanya.

Baca juga: Serah Terima 8 Helikopter ke TNI AU, Prabowo: Kita Ingin TNI Angkatan Udara Lebih Fleksibel

Tantangan kedua berkaitan dengan perbatasan Selat Malaka. Menurutnya, kawasan Selat Malaka di sekitar perairan Pulau Natuna, Riau merupakan perbatasan yang sangat penting.

Selain itu, Singapura diberikan hak terbang pada ketinggian 0-37.000 kaki di kawasan ini.

“Jangkauan signifikan kami berada di perairan Selat Malaka, Riau, dan Natuna, dan penerbangan diserahkan kepada Otoritas Penerbangan Sipil Singapura,” kata Chappy.

Ketua Pusat Kajian Kekuatan Udara Indonesia menilai situasi tersebut turut menyebabkan hilangnya kedaulatan Indonesia.

Menurutnya, Indonesia akan kehilangan tiga hal dengan pemberian wilayah udara di Selat Malaka.

Ia mengatakan, Indonesia kehilangan hak penguasaan wilayah udara, tidak dapat memanfaatkan wilayah udara yang berpotensi menghasilkan pendapatan finansial, dan kehilangan penegakan hukum jika pesawat terbang tanpa izin memasuki wilayah tersebut.

Baca juga: KSAU Minta Tony, Menko Polhukam Amankan Selat Malaka dan Laut Natuna Utara

“Saat kami menyerahkan wilayah udara kami, kami kehilangan kedaulatan. “Kami kehilangan tiga hal,” kata Chappy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top