Dradjad Wibowo: Kebijakan Pembangunan Berbasis Utang Tidak Bisa Diteruskan

JAKARTA, virprom.com – Dradjad Wibowo, ekonom senior Pusat Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (Indef), mengatakan pemerintah di masa depan tidak akan menerapkan kebijakan pembangunan berdasarkan hal tersebut.

Pasalnya, pemerintah meminjam uang kepada perusahaan yang tidak mampu membayar utangnya. Namun pada akhirnya, negara ini sedang berjuang.

Dia mengatakan, nilai aset perusahaan yang diambil alih pemerintah sangat rendah. Pada saat yang sama, negara harus melunasi utangnya.

Dradjad kemudian menyinggung kebijakan obligasi rekap yang diterapkan sebagai solusi permasalahan perekonomian pada awal tahun 2000-an.

Dradjad Wibowo tentang Anggaran Gizi Gratis – Jangan Ganggu Anggaran Pendidikan

“Jika dalam 33 tahun ke depan tidak kita lakukan maka Indonesia akan terus membayar, jadi sekarang terbukti sebagian utang yang kita berikan sebelumnya adalah untuk melunasi obligasi,” kata Drajad kepada Gaspol. . Program virprom.com di YouTube virprom.com 16 September Dirilis pada tahun 2024.

“Siapa yang Suka Obligasi? Tentu saja, Pestanya kaya lagi. Negara yang membayar,” tambahnya.

Oleh karena itu, Dradjad tidak ingin pemerintah melakukan penagihan yang salah, berbeda dengan utang-utang sebelumnya, melainkan utang.

“Sekarang kalau saya melakukan kesalahan yang sama lagi ya. Yang berhutang bukan lagi pemerintah yang mengambil utang, tapi pemerintah yang akan mengeluarkan utang untuk membangun segala macam infrastruktur yang akan dimiliki anak-anak kita dalam 30 tahun ke depan. “Sudah waktunya untuk membela keluarga yang dibebani oleh cucunya,” katanya. Saya tidak tahu PPN adalah 13, 14, Mungkin meningkat 15 persen,” ujarnya.

Baca juga: Dradjad Wibowo: Apa yang bisa Anda lakukan jika bisa membuat 100 cabang tapi tidak punya anggaran?

Meski demikian, Darjad mengaku enggan menyebut kebijakan yang diambil pemerintah saat ini salah. Sebab, Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan bagian dari pemerintah. Saya ingin memperingatkan bahwa kebijakan berbasis kredit tidak boleh diterapkan.

“Kita harus berpikir sendiri, kita harus melihat kebijakan pengembangan kredit tidak bisa dilanjutkan,” kata Ketua Dewan Pakar PAN itu.

Menurutnya, pemerintah atau pemerintah sebaiknya mencari sumber pendapatan baru selain pajak agar tidak membebani masyarakat.

“Itulah sebabnya saya selalu mengatakan bahwa negara harus mendapat penghasilan lebih banyak. “Ada sumber pendapatan yang tidak bisa diambil pemerintah saat ini,” Itu yang mereka ambil,” katanya.

Baca Juga: Ekonom Sebut Pemerintahan Prabowo Akan Kesulitan Bayar Utangnya yang Sudah Tua Rp 800 Triliun

Sebelumnya, Dradjad pernah membahas soal perpajakan yang selama ini dinilainya negatif. Sebab, besaran yang bisa dihimpun Departemen Pendapatan (DJP) hanya sekitar 7% hingga 9%.

Meskipun. PDB Indonesia Rp 21.000 triliun, jadi satu persen penerimaan pajak terlalu tinggi, ujarnya.

Jadi satu persen berarti Rp 210 triliun. Karena itu, Jika selisihnya satu persen, Kita akan rugi Rp 210 triliun. Ini sangat besar. “Berapa banyak makan siang (atau makanan gratis) yang telah saya buat?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top