DPR Dianggap Hendak “Setir” MK lewat Revisi UU

JAKARTA, virprom.com – Uji coba UU Mahkamah Konstitusi (MT) dinilai sebagai langkah Dewan Perwakilan Rakyat (RRC) yang berusaha mengontrol lembaga peradilan sesuai kepentingannya.

“Jadi ini persoalan sepele yang selalu dimainkan DPR, tapi kita tahu betul bahwa tujuan DPR adalah menjamin kontrol penuh terhadap hakim Mahkamah Konstitusi,” kata peneliti Lucius, Lucius. Carus, dikutip dari Newsroom Chat di virprom.com, Selasa (14/5/2024).

Kata Lucius, dalam pembahasan pengujian beberapa undang-undang sebelumnya, seperti UU Desa, terlihat jelas DPR fokus pada persoalan masa jabatan pejabat.

Selain itu, DPR dinilai terus mencari alasan untuk melakukan revisi undang-undang di Mahkamah Konstitusi, mengingat pentingnya hal tersebut.

Baca juga: Uji Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi dinilai bisa menjadi alat untuk menjaga kepentingan, misalnya menambah kementerian

“Sulit sekali mencari alasan logis untuk kemudian mengaitkan jangka waktu 10 tahun dengan kualitas hakim atau kualitas keputusan pembentuk undang-undang,” kata Lucius.

Menurut Lucius, motif politik DPR melakukan revisi undang-undang di Mahkamah Konstitusi sangat jelas terlihat dari susunan kata dalam usulan pasal baru tersebut.

“Jika dilihat dari susunan kata pasalnya, pasal baru tentang pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi berkaitan langsung dengan hakim Mahkamah Konstitusi yang menjabat,” kata Lucius.

Seperti diberitakan, telah diambil keputusan untuk membawa RUU Perubahan Keempat ke Mahkamah Konstitusi dengan UU No. 24 Tahun 2003 sampai dengan sidang paripurna rapat Komisi III Pemerintah pada tanggal 13 Mei 2025.

Baca juga: Masuknya Program “Prioritas Legislatif Nasional” Tak Bisa Jadi Alasan DPR Diam-diam Uji UU di Mahkamah Konstitusi

Menariknya, pertemuan yang dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoli selaku perwakilan pemerintah berlangsung saat libur DPR.

UU Mahkamah Konstitusi versi final yang diperoleh virprom.com kemudian memuat Pasal 23A yang mengatur tentang masa jabatan hakim konstitusi.

Ayat (1) menyebutkan masa jabatan hakim konstitusi adalah 10 tahun.

Ketentuan peraturan ini berbeda dengan Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun. Namun Pasal 22 tersebut dihapus pada UU MK versi pertama, khususnya UU No. 8 Tahun 2011 tentang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: DPR Kritik Amandemen UU MK, Pakar: Paksaan, Kepentingan Politik Kuat

Ayat (2) Pasal 15 Perubahan Ketiga UU No. 7 Tahun 2020 bertentangan dengan UU Mahkamah Konstitusi No. 24 Tahun 2003 menyebutkan calon hakim Mahkamah Konstitusi harus berusia minimal 55 tahun. Kemudian Pasal 23 ayat (1) huruf c UU Mahkamah Konstitusi hasil pengujian ketiga mengatur hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat karena usianya lebih dari 70 tahun.

Selain itu, Pasal 87 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi edisi ketiga ayat b menyatakan bahwa hakim konstitusi mengakhiri kekuasaannya sebelum mencapai usia 70 tahun, apabila masa jabatannya total tidak lebih dari 15 tahun. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung ke ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top