DPR Bantah Lobi “Influencer” untuk Bangun Narasi Positif dengan “Fee” Rp 200 Juta

JAKARTA, virprom.com – Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) membantah tudingan pihaknya meminta influencer media sosial menyebarkan pemberitaan positif tentang kinerja Baleg DPR.

Narasi positif tersebut terkait kinerja DPR RI yang tengah diperiksa karena dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70 dengan mengacu pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.

 Baca juga: Baleg Lempar Bola Panas untuk Menyetujui Usulan Pilkada Pimpinan DPR

Tidak dan kalau benar harus didalami. Tidak benar, kata Awiek saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024).

Awiek juga menepis kabar bahwa staf Biro Media DPR RI menghubungi influencer dan menawarkan mereka untuk menyebarkan berita positif.

Politisi PPP itu mencatat, anggota dewan tidak menggunakan buzzer untuk meredam diskusi publik yang memanas di media sosial.

“Tidak, itu terserah pengurus Baleg untuk buzzernya. Ya buktinya saya diserang buzzer, biasa saja kan? Jadi tidak ada anggota DPR yang menganggarkan untuk buzzer,” kata Awiek.

Menurutnya, Baleg tidak memanfaatkan pihak mana pun untuk menggiring opini publik dan kerap menerima keinginan masyarakat.

Narasi kritis yang berkembang di ruang publik, menurutnya, tidak boleh ditentang karena ruang perdebatan hanya ada saat pertemuan.

Lagipula seperti kalian tahu, saya di media sosial bukan untuk menggerakkan apa pun, itu hanya bagian dari dinamika. Jadi kalau ada yang seperti itu, silakan dicermati, kata Awiek.

Baca Juga: Bicara dengan Massa, Baleg Pimpinan DPR Pastikan Tak Ada Pengesahan RUU Pilkada

Sebelumnya beredar di media sosial pesan dari seseorang yang mengaku Biro Media DPR RI kepada pemilik akun @notitasy, meminta bantuan untuk menyebarkan cerita positif tentang hasil kerja Baleg DPR RI. “Kami tinggalkan biaya pengelolaannya 180-200 juta,” bunyi pesan tersebut. 

Diketahui, pada Kamis, 22 Agustus, sejumlah kelompok buruh, mahasiswa, seniman, dan masyarakat lainnya ikut berunjuk rasa di Gedung DPR RI.

Mereka menolak langkah DPR RI yang dianggap sebagai upaya menyetujui revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU) Daerah yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70 /PUU – XXII/2024.

RUU tersebut dinilai mengandung nepotisme karena dianggap memuat kepentingan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang bakal mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur.

Baca juga: Aktivis dan Guru Besar Tahun 1998 Unjuk Rasa di Depan Mahkamah Konstitusi, Kibarkan Bendera ke Badan Legislatif DPR karena Disiden Konstitusi

Pantauan virprom.com di lokasi kejadian saat aksi unjuk rasa menunjukkan masyarakat mengepung Gedung DPR dari pintu depan dan belakang serta berusaha memasuki kawasan kompleks DPR RI dengan mendobrak pagar dan pintu gerbang.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024, ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik adalah pencalonan kepala daerah melalui jalur independen/perseorangan/non-partai sesuai aturan Pasal 41 dan 2024. 42 UU Pilkada.

Sementara itu, dalam putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 disebutkan batasan usia minimal 30 tahun berlaku untuk pencalonan, bukan pelantikan, yang berarti Kaesang tidak bisa mencalonkan diri sebagai wakil gubernur. Dengarkan berita terkini dan serial berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top