Dianggap Diskriminatif, Batas Usia Rekrutmen Pelamar Kerja Digugat di MK

JAKARTA, virprom.com – Persyaratan pembatasan usia, jenis kelamin, dan agama dalam mempekerjakan tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2003 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap diskriminasi.

Perkara ini diajukan oleh tiga pemohon yang juga menggugat UU HAM No. 39 Tahun 1999 digugat.

Pada Selasa (24/09/2024) dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, para pemohon menguji frasa “dapat mempekerjakan tenaga kerja yang diperlukan” pada Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Baca juga: UU Pilkada Dianggap Diskriminatif terhadap Calon Perseorangan dan Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Mereka juga mempertanyakan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 kaitannya dengan UUD 1945.

Kuasa hukum pemohon, Syamsul Jahidin, mendalilkan Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menimbulkan ketidakpastian hukum. Frasa expressis verbis ini dianggap masuk dalam kategori norma yang kabur atau bias,

“Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan harus ada kepastian diskriminasi mana yang tidak boleh ditoleransi dalam lowongan atau pengangkatan,” kata Syamsul.

Syamsul menambahkan, ketentuan ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan mempekerjakan tenaga kerja yang tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan.

Dalam beberapa kasus, hal ini dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja atau ketidakseimbangan dalam hubungan kerja.

Ia juga menegaskan, ketentuan ini dapat menciptakan peluang diskriminasi dalam proses rekrutmen.

Para pemohon juga menilai UU Ketenagakerjaan tidak mengatur prinsip kesetaraan dalam proses ketenagakerjaan sehingga dapat menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, atau asal daerah.

“Ketidakadilan dalam proses rekrutmen dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi yang dianut secara luas dalam undang-undang ketenagakerjaan,” tegas Syamsul.

Baca Juga: Permohonan Kabur, Uji Substansial UU Daerah Khusus di Jakarta Gagal MK

Dalam permohonannya, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dengan syarat.

Selain itu, ketentuan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak ditafsirkan sebagai “pemberi kerja yang membutuhkan pekerja dapat merekrut sendiri pekerja yang diperlukan atau dilarang oleh operator perekrutan untuk mengiklankan lowongan yang memerlukan usia, penampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 1 Angka 3 UU HAM bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai ditafsirkan,

“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan antara orang-orang berdasarkan umur, agama, suku, ras, etnik, kelompok, kelas, status sosial, kedudukan ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang mengakibatkan terhadap pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, penerapan atau penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar baik dalam kehidupan individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top