Demokrasi Inklusif: Menjangkau Setiap Suara

PADA TANGGAL 25 AGUSTUS 2024, Saya mendapat undangan untuk menjadi pendukung kegiatan informasi dan pelaksanaan KPU yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kalimantan Barat.

Pesertanya adalah Ketua dan Anggota Bawaslu, Direktur Divisi SDM, Direktur/Direktur Sekretariat, dan petugas pengolah data dari seluruh daerah dan kota di Kalimantan Barat.

Kali ini saya diminta berpidato tentang “demokrasi”, sebuah gerakan yang mendapatkan momentum menjelang pemilihan kepala daerah, di tengah upaya negara kita untuk mereformasi seluruh kelompok masyarakat.

Proyek ini penting karena masih ada kelompok masyarakat yang belum bisa berpartisipasi penuh dalam pemilu yang setara.

Di Indonesia, memilih seringkali menjadi tantangan bagi penyandang disabilitas. Dalam pidato ini, saya menekankan bahwa demokrasi harus menjangkau semua bahasa, termasuk bahasa-bahasa yang terabaikan.

Dalam diskusi tersebut, saya mengangkat fakta bahwa meski sudah banyak undang-undang dan kebijakan yang mendukung hak-hak penyandang disabilitas, namun implementasinya di lapangan masih jauh dari kata baik.

Banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Misalnya, TPS tidak dapat diakses secara fisik oleh pengguna kursi roda, dan informasi pemungutan suara tidak tersedia dalam format yang dapat diakses oleh penyandang tunanetra, seperti Braille atau audio.

Selain itu, petugas pemilu tidak dilatih untuk memenuhi kebutuhan khusus pemilih penyandang disabilitas.

Dalam banyak kasus, tantangan-tantangan ini mengakibatkan pemilih penyandang disabilitas tidak dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas.

Tentu saja, dalam sistem demokrasi, hak untuk memilih adalah bagian dari hak asasi manusia. Jika beberapa kelompok, khususnya penyandang disabilitas, tidak dapat mengakses persamaan haknya, hal ini menunjukkan bahwa prinsip kesetaraan belum sepenuhnya diterapkan.

Jurgen Habermas, dalam bukunya The Structural Transformation of the Public Sphere (1992), menunjukkan pentingnya ruang publik sebagai tempat di mana setiap orang, tanpa kecuali, dapat berpartisipasi dalam diskusi dengan politik.

Pemilu adalah sarana partisipasi di ruang publik dan tidak seorang pun boleh dikesampingkan.

Habermas berpendapat bahwa demokrasi hanya dapat berfungsi dengan baik jika setiap orang, termasuk kelompok terkecil, mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi.

Pekerjaan ini penting di wilayah kita, dimana penyandang disabilitas seringkali tidak dapat memasuki arena politik. Perubahan paragile

Dalam mengubah paradigma demokrasi eksklusif menjadi demokrasi partisipatif, kita harus mulai melihat pemilu lebih dari sekedar pencapaian tingkat partisipasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top