Deklarasi Istiqlal, “Rerum Novarum”, dan Perdamaian di Palestina

Dua hari berturut-turut, saya menerima pesan WhatsApp dari Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci Teres Kankahanu atau Pak Teres yang mendampingi Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September. Postingan ini tentang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.

Duta Besar menggambarkan perjalanan kerasulan Paus, serta cerita pengantar tidur sang ayah kepada putranya.

Selain itu, kisah kesederhanaan Paus Fransiskus yang menjadi topik relevan patut menjadi rujukan tidak hanya bagi umat Katolik, namun bagi umat semua agama.

“Bukan penghematan yang bersifat kosmetik, namun penghematan yang nyata,” kata Duta Besar Travis, sambil menggambarkan perekonomian Paus. Proklamasi Kemerdekaan dan Rerum Novarum

Pada kesempatan kunjungan para rasul ke Indonesia, Paus Fransiskus menandatangani “Deklarasi Istiklal” dengan Imam Besar Masjid Istiklal. Dr.K.H. Nasruddin Omar

Proklamasi Kemerdekaan merupakan penegasan peran agama dalam menyelesaikan permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup.

Menjaga kerukunan dan toleransi melalui dialog antar komunitas agama merupakan pesan mendalam Paus dan tokoh lintas agama yang berkumpul pada saat itu.

Ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sangat penting dalam menghadapi krisis kemanusiaan di belahan dunia manapun saat ini.

Para pemuka agama menaruh perhatian terhadap dinamika yang terjadi di muka bumi, baik aktivitas manusia maupun lingkungan hidup.

Meski berbeda, catatan sejarah mengingatkan dampak negatif Revolusi Industri di Inggris dan Eropa pada abad ke-18 dan ke-19.

Ketimpangan sosial ekonomi, kesenjangan kekayaan antara pekerja (proletariat) dan kapitalis (borjuasi), urban sprawl dan terciptanya kota-kota terbelakang, kerusakan lingkungan akibat pencemaran.

Ketidakadilan sosial semakin meningkat, terutama mengenai hak dan kondisi kaum proletar.

Karena dampak sosial dari Revolusi Industri, Paus Leo meninggal

Rerum Novarum, ensiklik pertama ajaran sosial Gereja, mencerminkan pandangan Gereja terhadap situasi sosial di sekitarnya.

Namun karena berbagai alasan, Paus Leo XIII menolak sosialisme radikal dan kapitalisme laissez-faire dalam ensikliknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top