Calon Tunggal pada Pilkada 2024, Pragmatisme Parpol atau Kegagalan Kaderisasi?

JAKARTA, virprom.com – Pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024 menjadi tantangan besar, karena ada 41 daerah yang hanya ada satu pasangan calon pemimpin atau satu calon.

Situasi ini diyakini mencerminkan pragmatisme politik dan kurangnya pembentukan kader di partai politik (partai politik).

Haykal, peneliti Persatuan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengatakan partai politik cenderung membentuk koalisi besar untuk meningkatkan peluang menang pada pemilu 2024.

“Partai memilih bergabung dalam koalisi besar yang sudah memiliki suara lebih dari 30 hingga 40 persen,” kata Haykal dalam webinar bertajuk “Pemilihan Satu Kandidat dan Kemunduran Demokrasi Lokal di Indonesia” Minggu (09/08/2019) . 2024). ), seperti dikutip Antara.

Baca Juga: UU Pilkada Digugat, Pemohon Cari Kotak Kosong di Tiap Daerah

Langkah pragmatis ini menghalangi terciptanya persaingan yang sehat, ketika partai-partai yang seharusnya mewakili calon independen justru mendapatkan posisi dengan bergabung dalam koalisi besar. Hal ini menyebabkan satu kandidat mendominasi banyak bidang, sehingga memupuskan harapan persaingan yang sehat.

Selain pragmatisme politik, keadaan tersebut diperparah dengan tidak dilakukannya rekrutmen dan pembentukan kader oleh partai. Banyak partai yang yakin bahwa mereka tidak memiliki kandidat internal yang cukup kuat, sehingga mereka sendiri tidak ingin berpartisipasi dalam pemilu.

“Partai politik yang tidak mampu membentuk kader merasa tidak percaya diri untuk bersaing sehingga lebih memilih untuk bergabung dalam koalisi yang lebih besar,” kata R. Haykal.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 sebenarnya membuka peluang besar bagi partai politik untuk mengusung pasangan calon secara mandiri, independen dari koalisi besar. Namun partai tetap memilih langkah aman dengan membangun koalisi yang kuat agar salah satu kandidat bisa terus mendominasi.

Baca juga: Kotak Kosong Lawan Calon 2024 di Pemilu: Bagaimana Mekanisme Pemilunya?

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (GEC), Rabu (4/9/2024), pukul 11.59 WIB. WIB, 41 daerah masih punya satu calon yang meliputi satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Meski Mahkamah Konstitusi memberikan peluang yang lebih luas, namun banyak partai politik yang gagal memanfaatkannya untuk memperkuat pembentukan kader dan menghadirkan pilihan calon yang luas.

Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Needem, menjelaskan jarak Pilkada dan Pilkada yang dekat juga turut berperan dalam situasi tersebut.

Jarak yang dekat mempersulit dinamika koalisi sehingga partai ingin tetap berada di koalisi besar, kata Khoirunnisa.

Baca juga: Cak Imin Khawatir dengan Gerakan Pemilihan 3 Paslon 2024 di Pilkada Jakarta.

Fenomena calon tunggal di 41 daerah merupakan tantangan serius bagi demokrasi lokal di Indonesia. Partai politik hendaknya lebih serius memperkuat pembentukan kadernya, sehingga pada pemilu mendatang pilihan masyarakat semakin beragam, persaingan yang sehat dapat terwujud, dan pemimpin daerah dapat dilatih. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top