Caleg PKS Merangkap Jadi KPPS, MK Putus 2 TPS di Sorong Pemilu Ulang

JAKARTA, virprom.com – Mahkamah Konstitusi (MC) TPS 07 dan TPS 18, Desa Malavele, Kecamatan Aimas, Sorong, setelah hadirnya calon legislatif (caleg) PKS yang tergabung dalam KPPS, pemungutan suara baru memenuhi seluruh syarat PAN. Kabupaten, Papua Barat Daya.

Hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat Daya di TPS 07 dan TPS 18, Kampung Malavele, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, di Daerah Pemilihan 3, telah diumumkan. -pemungutan suara itu perlu,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi itu. Suhartoyo membacakan putusan Nomor 05-01-12-38/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, Kamis (6/6/2024).

Pembatalan (PSU) ini harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah keputusan dibacakan KPU. Setelahnya, KPU bisa langsung melakukannya.

Baca juga: MK Tuntut Pemilihan Ulang di Gorontalo karena Daftar Caleg Perempuan Kurang dari 30 Persen.

Mahkamah Konstitusi memberikan waktu maksimal 30 hari sejak penetapan hasil perolehan suara PSU yang benar tanpa perlu melaporkan ke pengadilan.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat, saat membacakan komentar atas putusan MK, menilai kejadian di dua TPS tersebut membuat keabsahan suara menjadi bermasalah.

Ia menegaskan, penyelenggara pemilu memainkan peran sentral dalam menjamin pemilu yang jujur, adil, dan rahasia.

Menurut MK, tindakan cawapres PKS Susiati Making dan Nani Mariana merusak integritas pemilu dan melanggar hukum.

“Menurut sang putra, ketidakjujuran Suster Susiati Making dan Suster Nani Mariana selaku KPPS dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam penyelenggaraan pemilu,” kata Arief.

“Karena menyangkut pengungkapan identitas seseorang sebagai calon wakil rakyat, serta anggota partai Obod Adolat, bahkan ketika mendaftar sebagai KPPS, apalagi dibiarkan adanya ketidakjujuran pemilu dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara,” dia melanjutkan. . Saksi diusir

Sebelumnya, dalam persidangan kasus ini, seorang saksi bernama Hayun Irivanas mengungkapkan banyak saksi yang mendapat mandat dari partai politik tidak diperbolehkan masuk ke TPS 18, Desa Malawele.

Pasalnya, Ketua KPPS setempat meminta mereka menunjukkan kewenangannya sebagai saksi “ketua”.

Arief kaget mendengar kesaksian tersebut. Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi ini kembali menegaskan makna kata “presiden” di balik surat amanat yang dimaksud Hayun.

– Surat mandat dari presiden? tanya Arief.

Baca juga: Pendapat Pembangkang, Saldi Isro: Wakilnya Harus Adakan Pilkada Ulang di Beberapa Daerah

“Presiden yang mana presidennya? Presiden Amerika? Presiden Indonesia? Atau presiden yang main-main atau apa? Kalau setiap saksi harus ada surat dari presiden, berarti presiden sedang mabuk,” ujarnya.

Arief mengatakan, surat mandat sebagai saksi harusnya berasal dari partai politik terkait, bukan dari presiden.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top