Biaya Perang Israel Mahal, tapi Perekonomiannya Masih Stabil

virprom.com – Perang antara Israel dengan kelompok Hamas dan Hizbullah membawa dampak yang besar. Tidak hanya memakan korban jiwa, perang ini juga memakan biaya yang besar.

Khususnya di Israel, biaya keuangan yang tinggi meningkatkan kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang terhadap perekonomian negara tersebut.

Pertama, belanja militer meningkat. Faktanya, pertumbuhan Israel terhenti karena perang yang berlangsung selama setahun.

Baca juga: Iran Tolak Tuduhan Campur Tangan Urusan Dalam Negeri Lebanon

Menurut surat kabar The Independent, Senin (21/10/2024), para ekonom mengatakan negara akan menghadapi investasi yang rendah dan pajak yang tinggi.

Hal ini karena perang membebani anggaran negara dan memaksa Israel membuat pilihan sulit antara program sosial dan militer.

Pemerintah Israel diketahui mengeluarkan belanja militer lebih dari US$1,8 miliar (28 triliun rupiah) setiap bulannya sebelum Hamas melancarkan perang melawan Israel pada 7 Oktober 2023.

Jumlahnya mencapai US$4,7 miliar (Rs 72,8 triliun) pada akhir tahun lalu, menurut Stockholm Peace Research Institute.

Pemerintah Israel menghabiskan $27,5 miliar (Rs 42,6 triliun) untuk militernya tahun lalu, menurut badan tersebut.

Negara ini menduduki peringkat ke-15 di dunia setelah Polandia, namun lebih tinggi dari Kanada dan Spanyol, yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak.

Pengeluaran militer sebagai persentase terhadap output ekonomi tahunan adalah 5,3 persen, dibandingkan dengan 3,4 persen di Amerika Serikat dan 1,5 persen di Jerman.

Baca juga: Duta Besar AS akan membahas gencatan senjata dengan para pemimpin Lebanon

Jumlah ini tidak seberapa dibandingkan dengan Ukraina, yang menghabiskan 37 persen PDB-nya dan lebih dari separuh anggaran pemerintahnya untuk melawan agresi Rusia.

Oleh karena itu, perang juga merugikan pertumbuhan dan pasokan tenaga kerja.

Di Israel, perang menimbulkan beban keuangan yang besar. Wajib militer dan peningkatan dinas militer mengancam akan mengganggu pasokan tenaga kerja.

Masalah keamanan juga telah menunda investasi dalam bisnis baru, dan gangguan penerbangan telah membuat banyak pengunjung enggan berkunjung, sehingga berdampak pada industri pariwisata.

Ketakutan terbesarnya adalah konflik tanpa akhir yang telah berlangsung selama lebih dari setahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top