Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama

virprom.com – Pembangunan infrastruktur dan hilirisasi industri gagal mengubah arah perekonomian Indonesia, kata Said Abdullah, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR. Perwakilan Republik Indonesia (DPR), sehingga nilai ekspornya bisa lebih tinggi.

Hal itu disampaikan Saied pada Selasa (6 April 2024) saat memberikan arahan pemerintah mengenai kerangka makroekonomi dan kebijakan fiskal utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Pertemuan tersebut membahas beberapa rencana strategis yang harus terus dilaksanakan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Terkait hal tersebut, Said mengatakan tingkat investasi produksi barang dan jasa juga belum efisien. Hal ini juga terlihat dari meningkatnya koefisien inkremental capital output rasio (ICOR).

Baca juga: Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional Uraikan Sikap Politik Partai Demokrat

“Tahun 2014 ICOR kita berada di angka 5,5. Setelah hampir satu dekade mendorong pembangunan infrastruktur, skor ICOR kita memang akan meningkat menjadi sekitar 6,5 pada tahun 2023,” kata Said dalam siaran persnya, Selasa. “

Said mengatakan, sebenarnya jumlah ICOR negara mitra lebih rendah dibandingkan Indonesia, seperti Malaysia sebesar 4,5; Thailand sebesar 4,4; Vietnam sebesar 4,6;

“Data menunjukkan bahwa untuk setiap tambahan output sebesar Rp 1 miliar, dibutuhkan tambahan investasi sekitar Rp 6,5 miliar, sedangkan pendanaan negara terkait hanya berkisar antara Rp 3 hingga 4 miliar,” jelas Said. “

Said mengatakan pembangunan infrastruktur dan investasi sumber daya manusia (SDM) dan teknologi harusnya mampu menurunkan koefisien ICOR negara.

Baca juga: Soal RAPBN 2025, Saeed Abdullah Soroti Masalah Kemiskinan, Stunting, dan Pendidikan

Terkait hilirisasi, Said mengatakan rencana tersebut harus menjadi landasan bagi Indonesia untuk menjadi negara industri.

Oleh karena itu, hilirisasi harus menjadi pedoman baru dalam kebijakan ekspor dan pengelolaan devisa. Pihaknya juga mendukung penuh pemerintah untuk melakukan perubahan yang lebih tegas dalam pengelolaan devisa demi kepentingan nasional.

“Selama ini kita mengekspor bahan mentah, kemudian membelinya lagi ketika sudah jadi, dan itu sudah kita lakukan selama puluhan tahun. Kita juga belum merasakan manfaat dari perolehan devisa dari ekspor kekayaan alam, namun menyimpan devisa di luar negeri. “

Selain itu, Said mengatakan insentif perpajakan pada kebijakan hilirisasi harus diimbangi dengan kewajiban menyerap tenaga kerja Indonesia, transfer teknologi, dan memperluas cakupan industri Tanah Air.

Baca juga: Ketua DPD PDIP Jatim Abdullah mendukung kembalinya Megawati Sukarnoputri sebagai Ketum PDIP

Tujuannya adalah memastikan pengelolaan sumber daya alam memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan rakyat.

Tak hanya itu, Said mengatakan pemerintah harus mewaspadai fenomena deindustrialisasi. Sebab, menurut data Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), rata-rata nilai tambah industri manufaktur turun menjadi sekitar 39,12% dalam sepuluh tahun terakhir hingga tahun 2020.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan 43,94% pada masa Presiden Megawati dan 41,64% pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top