Bebas Visa ke Korea Selatan, Mengapa Tak Kunjung Terwujud?

SEOUL, virprom.com – Pemegang paspor Indonesia yang ingin bepergian ke Korea Selatan kini harus mengajukan visa pengunjung, kecuali Pulau Jeju.

Hal ini yang sering menjadi pertanyaan sebagian orang lainnya mengapa Indonesia belum mendapatkan bebas Visa kunjungan ke Ginseng.

Terkait hal tersebut, Koordinator Protokol dan Konsuler KBRI Seoul Teuku Zulkaryadi mengatakan, setidaknya ada dua alasan pemegang paspor Indonesia belum diperbolehkan mengunjungi South Korea Gems.

Baca Juga: Korea Selatan berencana menghapuskan biaya e-visa bagi wisatawan Indonesia

Berikut ulasannya: Alasan mengapa Anda harus mengunjungi Korea Selatan tanpa visa 1. Aturan halaman

Meski sebelumnya ia menyatakan akan mendorong perjalanan bebas visa bagi pemegang paspor Indonesia ke Korea Selatan, namun rencana tersebut belum diumumkan.

Hal ini memperhatikan prinsip koordinasi atau interaksi.

Saat ini, pemegang paspor Korea Selatan perlu mengajukan Visa on Arrival (VoA) untuk bepergian ke Indonesia.

Yadi mengungkapkan, status VoA masuk dan keluar Tanah Air masih lebih rendah dibandingkan bebas visa.

VoA memperbolehkan pemegang paspor Korea Selatan untuk tinggal di Indonesia untuk tujuan perjalanan seperti hari libur resmi, pertemuan bisnis, dan transit selama maksimal 30 hari, seperti dijelaskan di situs Kementerian Luar Negeri RI.

Baca Juga: Korea Selatan Luncurkan Visa Digital Nomad Baru Mulai Januari 2024

“Jadi (kalau) kami mengajukan visa jangka pendek gratis, mereka juga mengajukan visa untuk WN Korea Selatan,” kata Yadi di KBRI Seoul, Selasa (14/5/2024). “

Ia mengatakan, “Kami masih berhubungan dengan pemerintah pusat di Indonesia karena pengaruhnya selalu saling menguntungkan.”

Di sisi lain, Indonesia tidak bisa meminta VoA ke Korea Selatan karena tidak menerapkan kebijakan tersebut.

“Ini masih perdebatan. Kenapa tidak diberikan saja,” kata Yadi. 2. Permasalahan TKI ilegal

Persoalan pekerja migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan juga menjadi hal yang perlu diperhatikan.

Dari total 50.000 PMI, sekitar 10.000 di antaranya ilegal, kata Yadi. Secara persentase, angka ini terbilang tinggi jika dibandingkan beberapa negara seperti Tiongkok dan Vietnam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top