Banyak Tantangan, ESDM Akui Implementasi E5 Meleset dari Target

TANGERANG, virprom.com – Direktur Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengakui penerapan program bahan bakar campuran bioetanol 5% untuk bensin atau E5 gagal. menetapkan target.

Dikatakan, sesuai peta jalan pengembangan bioetanol, penggunaan E5 sebaiknya dimulai pada tahun 2020. Pemanfaatannya akan terus ditingkatkan hingga tahun 2025 mencapai 20% pencampuran bioetanol.

“Kalau mengacu pada road map, seharusnya E5 mulai bekerja pada tahun 2020,” kata Eniya saat wawancara di Gaikindo International Automotive Conference atau GIAC di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/7/2024).

Baca juga: Pemerintah berupaya mengembangkan kendaraan hybrid yang menggunakan bahan bakar nabati

“Sudah 4 tahun sejak undang-undang menteri terakhir tahun 2015. Jujur saja, tahun 2025 seharusnya kita sudah mencapai 20%. Bahkan 1% pun tidak berhasil,” ujarnya.

Sesuai dengan ketentuan wajib yang terdapat dalam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen) No. 12 Tahun 2015, penerapan wajib E5 untuk kewajiban pelayanan publik (PSO) dan E10 untuk non-PSO rencananya akan dimulai pada tahun 2020.

Namun hingga saat ini penggunaan E5 masih dalam tahap uji pasar non-PSO sehingga target penggunaan bioetanol 20 persen (E20) pada tahun 2025 dipastikan tidak akan tercapai.

Eniya menjelaskan, situasi ini karena Indonesia menghadapi banyak tantangan. Beberapa di antaranya terkait dengan permasalahan keterbatasan sumber daya dan keragaman bahan baku produksi bioetanol, harga yang tinggi dan bervariasi.

Baca juga cerita ini: Toyota berharap bisa memulai program promosi mobil

Jadi tidak ada insentif untuk menutupi selisih harga indeks pasar bioetanol dan bensin.

Maka ditetapkanlah Peta Jalan Pentahapan Bioetanol (Non-PSO) Berdasarkan usulan peta jalan terbaru bioetanol (non-PSO), penerapan bioetanol 5 persen atau E5 akan dimulai pada tahun 2024 hingga 2028. Kemudian, pada tahun 2029 hingga 2035 sebesar 10 persen. bioetanol (E10) akan digunakan).

“Kalau bioetanol kita pakai sesuai peta jalan 5 persen. Kita mulai 10% di tahun 2029,” kata Eniya.

Bahkan setelah sembuh, ia masih menganggap sulit menggunakan bioetanol 10 persen. Sebab saat ini industri dalam negeri hanya mampu memproduksi bioetanol sebanyak 40.000 kiloliter (kl).

Hal ini tidak lepas dari kurangnya produsen etanol yang mampu memproduksi etanol dari segi bahan bakar etanol. Dari 13 produsen etanol di Indonesia, hanya dua produsen yang sudah memenuhi standar bahan bakar dasar.

Baca juga: Persaingan Makin Ketat, Kona Electric Dijual Rp 500 Jutaan

Sebagai informasi, untuk mendukung produksi bioetanol, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Kemandirian Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati.

Undang-undang ini kemudian diperjelas melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 418 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Percepatan Pengendalian Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati.

Deputi Menteri Koordinator II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera mengatakan pada tahun 2030 target produksi tebu harus mencapai 93 ton per hektar dengan perluasan lahan 700.000 hektar dan rendemen sebesar 11,2 persen. , hingga produksi bioetanol sebesar 1,2 juta kiloliter per tahun.

“Penyediaan lahan budidaya tebu untuk mendukung swasembada gula di kawasan hutan dan non hutan sesuai dengan Perpres 40/2023,” ujarnya.

“Kami juga membutuhkan dukungan semua pihak untuk mempercepat perluasan lahan tambahan seluas 700.000 hektar, termasuk lahan target PTPN III seluas 179.000 hektar. .,” kata Dida. Dengarkan berita terbaik dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk masuk ke Saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel /0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top