Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

JAKARTA, virprom.com – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku tak khawatir dengan banyaknya pabrik di Jawa Barat yang tutup dan memindahkan operasionalnya ke Jawa Tengah dan Timur.

Alasan penutupan pabrik disebut karena tingginya biaya produksi di Jawa Barat. Relokasi pabrik juga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Setiap perusahaan punya perhitungan operasionalnya masing-masing, kata Agus.

“Kalau beliau pindah dari Jabar ke Jateng, dan dari Jabar ke Jatim, saya kira tidak akan ada masalah yang besar. Ini perhitungan bisnis setiap perusahaan,” kata Agung di Gedung Istana Kepresidenan di Sentral. Jakarta. Rabu (15 Mei 2024).

Baca juga: Pabrik Tutup, 2.650 Pekerja di PHK di Jabar Tiga Bulan Terakhir

Dia mengatakan perusahaan-perusahaan ini mungkin memiliki banyak masalah yang harus diselesaikan dan perlu direlokasi.

Salah satunya, kata dia, terkait ketersediaan sumber daya manusia.

“Itu soal UMR, SDM dan lain-lain. Selama transfernya dalam negeri tidak ada masalah,” kata Agus.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat ada 2.650 pegawai yang terkena PHK pada Januari-Maret 2024. Tepatnya pada bulan Januari sebanyak 306 karyawan, Februari 654 karyawan, dan Maret 2024 sebanyak 1.690 karyawan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan maraknya PHK pada industri tekstil dan pakaian jadi di Jawa Barat setelah pengusaha memutuskan menutup pabrik.

Anwar mengatakan, berdasarkan informasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pemerintah daerah, penutupan pabrik tersebut karena upah buruh di Jabar lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

Baca juga: Luhut Minta Pengaturan WNA Masuk Indonesia Diperketat Pasca Adanya Pabrik Obat di Bali

Ia mengatakan, hal ini memberikan pertimbangan finansial kepada pengusaha untuk memindahkan usahanya ke daerah lain.

Shinta W Kamdani, Direktur Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan PHK tersebut karena industri berorientasi ekspor masih terdampak lesunya permintaan global akibat situasi geopolitik.

Hal ini juga berlaku pada industri padat karya seperti pakaian dan alas kaki, yang harus bersaing dengan impor ilegal.

Selain itu, industri kesulitan mendapatkan bahan baku impor, dan kenaikan biaya usaha memaksa pengusaha meningkatkan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan.

“Selain kesulitan impor bahan baku dan bahan penolong serta kenaikan biaya operasional, industri-industri tersebut semakin mendapat tekanan untuk meningkatkan efisiensi produksi agar tetap bertahan di pasar, salah satunya dengan melakukan pengurangan tenaga kerja,” ujarnya. Dengarkan berita terkini dan pilihan terbaik kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengunjungi saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top