JAKARTA, virprom.com – Salah satu tantangan yang kita hadapi dalam penerapan konsep bangunan hijau di Indonesia adalah persepsi bahwa bangunan tersebut lebih mahal dibandingkan bangunan konvensional.

Satrio Dwi Prakoso, ketua International Society of Sustainability Professionals di Indonesia, mengatakan semuanya tergantung bahan yang digunakan.

“Misalnya klien memiliki persyaratan tertentu, misalnya menggunakan lantai marmer. Akhirnya, biayanya bertambah. Selain itu, marmer juga memiliki emisi karbon yang tinggi. “Sebaiknya gunakan material lain seperti beton yang rendah emisi karbon dan harganya lebih murah,” ujarnya, Jumat (26/1/2023) di acara “Green Building Concept Presentation”.

Baca Juga: PBB Meningkat, Masyarakat Makin Sulit Beli Rumah

Meski lantai bangunan hanya terbuat dari beton, namun ada beberapa fitur lain yang ditambahkan sehingga menambah nilai bangunan.

Misalnya saja menggunakan sistem AC inverter atau memasang kaca ganda untuk mengurangi energi panas yang masuk ke dalam rumah.

Baca Juga: Tata Letak Istana Kutai Kartanegara Bisa Jadi Inspirasi Green Building IKN Nusantara

“Tidak selalu benar bahwa bangunan ramah lingkungan lebih mahal dibandingkan bangunan konvensional, namun berdasarkan penelitian, bangunan ramah lingkungan biasanya lebih mahal hingga 10 persen dibandingkan bangunan konvensional, tergantung pada tingkat sertifikasi yang diinginkan,” jelas Satrio.

Ia menjelaskan, meski lebih mahal, namun pemeliharaan bangunan dalam jangka panjang jauh lebih rendah dibandingkan bangunan tradisional.

“Dengan menerapkan prinsip green building ini, tagihan listrik gedung justru akan lebih rendah,” ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan jika ingin dijual kembali, bangunan yang menerapkan konsep green building lebih diminati pasar properti. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.