Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

JAKARTA, virprom.com – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto mengatakan RUU Polri berpotensi menghidupkan kembali hukum subversi di era Orde Baru (orba). .

RUU Polri disetujui sebagai usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

“UU Polri berpotensi menghidupkan kembali undang-undang subversi, khususnya Pasal 16A dan B,” kata Soleman Ponto saat dihubungi, Jumat (31/05/2024).

Sekadar informasi, undang-undang subversi era Orde Baru kini telah dicabut melalui UU Nomor 26 Tahun 1999.

Baca Juga: Kata-kata Ancaman Keamanan dalam RUU Polri Dianggap Tidak Jelas

Dalam RUU Polri yang diperoleh virprom.com dari Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Ahmad Baydowi, Pasal 16A mengatur tugas intelijen keamanan (Intelcam) Polri, yakni. penyiapan rencana dan kebijakan di bidang intelijen Polri e Sicurezza sebagai bagian dari rencana politik nasional.

Oleh karena itu, lakukan investigasi, pengamanan, pengumpulan intelijen, dan deteksi dini untuk melindungi kepentingan nasional.

Kemudian, Pasal 16B ayat 1 mengatur tentang pengumpulan informasi dan bahan keterangan oleh badan intelijen dan keamanan Polri atas permintaan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya. Hal ini termasuk pengendalian aliran dana dan penggalian informasi.

Kemudian dijelaskan sumber ancaman yang berasal dari dalam dan luar negeri, termasuk ancaman dari masyarakat yang menghadapi tuntutan hukum.

Huruf A menyatakan bahwa “ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.”

Baca juga: Revisi UU Polri, Polisi Akan Diberi Kewenangan Spionase dan Sabotase

Kemudian huruf B berbunyi: “terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keamanan, keselamatan, dan kedaulatan nasional”.

Soleman Ponto mengatakan kewenangan tersebut juga berpotensi tumpang tindih dengan tugas Badan Intelijen Negara (BIN) dan Bais TNI.

“Tidak diperbolehkan dalam undang-undang untuk mengatakan bahwa Intelcam tidak diperbolehkan. UU Polri berbicara tentang Polri, kewenangan Polri, kewenangan penyidik, kata Soleman Ponto.

Rancangan pasal 16A dan B, lanjut Ponto, merupakan kewenangan di luar Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sementara Polri harus bertumpu pada KUHAP.

“Pasal 16 diputuskan di luar hukum acara pidana. Sehingga polisi menangkap Anda sesuai keinginan polisi, tanpa melalui KUHAP. Kalau mau menangkap seseorang lihat dulu KUHAP, hukum apa yang dilanggarnya? “Kalau begitu kamu bisa ditangkap,” kata Soleman Ponto.

Baca juga: Revisi UU Polri: Polisi Bisa Blokir dan Batasi Akses Masyarakat ke Internet Demi Keamanan Dalam Negeri

“Kalau RUUnya jadi begini (UU), maka Jampidsus kemarin tidak perlu dimata-matai (Denzus 88), tangkap saja sekarang. Polisi bisa menangkap mereka, kenapa harus memata-matai? katanya lagi.

Soleman Ponto juga keberatan dengan adanya kata “kedaulatan” dalam rancangan undang-undang kepolisian nasional, sebagaimana pada Pasal 16B ayat 2 (b).

Kedaulatan hukum itu milik TNI, bukan polisi, polisi hanya turun tangan jika ada pelanggaran hukum, kata Ponto.

Sebagai informasi, DPR RI menyetujui revisi empat undang-undang usulan inisiatif DPR, yakni revisi UU Kementerian Negara, UU Keimigrasian, UU TNI, dan UU Kepolisian.

Pengukuhan RUU Inisiatif DPR disahkan pada Sidang Paripurna ke-18 yang dipimpin Wakil Ketua Partai Gerindra Sufmi Dasko Ahmad, di Ruang Rapat Paripurna DPR-RI, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024). Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top