Arah Desentralisasi Pasca-Pilpres

Terpilihnya Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming pada Pilpres 2024 menandai tren baru dalam sejarah kepemimpinan Indonesia.

Interaksi antara gaya luhur Prabowo dengan kesederhanaan masa muda Gibran menarik untuk ditelusuri dalam narasinya.

Lebih lanjut, pertanyaan yang lebih mendalam perlu diajukan, bagaimana dualitas ini memandu penerapan pemerintahan lokal di India? Kenangan pahit

Kegelisahan masyarakat terhadap munculnya tatanan baru bukan muncul begitu saja. Mantan pemimpin Indonesia, Soeharto, terkenal karena sikapnya yang diam.

Pada periode inilah kerangka kerja pemerintah daerah diterapkan dan pemerintah pusat serta negara bagian memainkan peran ‘bonsai’. Masyarakat khawatir karena kekuasaan di satu pihak menjadi terlalu kuat, sementara korupsi merajalela.

Tatanan baru hubungan daerah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2. 1974 Pemerintah Daerah 5. Penggunaan istilah “dalam wilayah” menjadikan pemerintah daerah tunduk kepada pemerintah pusat.

Selain itu, hubungan keuangan daerah-daerah menggunakan sistem keuangan khusus dalam pengertian ini (mentransfer dana pusat ke pemerintah daerah untuk menyediakan layanan publik yang ditetapkan secara terpusat).

Sisi positifnya, tujuan stabilitas politik dan ketahanan nasional dapat dicapai melalui perencanaan yang teratur.

Namun, pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengendalikan daerah. Dampaknya adalah ketimpangan kesejahteraan dan ketimpangan antar wilayah serta pembangunan Jawa sentris. Masalah nyata

Pada titik ini, penarikan banyak pemerintah daerah dari perizinan pusat (berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja) merupakan peringatan yang serius.

Seperti halnya kiamat, kebijakan ini merupakan awal dari upaya pemerintah yang semakin berkembang. Penyebabnya adalah kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah daerah yang disebut raja kecil.

Selain itu, pelaksanaan Gubernur sebagai Wakil Pemerintahan Umum (GWPP) setengah hati. Faktanya, GWPP tidak hemat energi atau bersifat industri.

Tokoh sentral tersebut kesal dan tampak telah memenggal kepala ular tersebut sambil memegang ekornya. Tentu saja hal ini merupakan tren negatif dalam penerapan otonomi daerah.

Persoalan penting lainnya adalah pengangkatan anggota aktif TNI pada berbagai jabatan sosial, yang mengingatkan kita akan peran ganda ABRI. Alih-alih melaksanakan program manajemen publik ala Hunnington (1957), manajemen publik dilakukan dengan gaya Daniel Travis (2017).

Akibatnya, rezim menjadi semakin kaku dan indeks demokrasi terperosok ke dalam lembah gelap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top