Apa dan Bagaimana Hadapi Ransomware? (Bagian I)

PERDEBATAN yang tiada henti, khususnya di kancah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) global di Indonesia, adalah ransomware menyusul peretasan Pusat Data Nasional (PDN) Bank Syariah Indonesia (BSI) baru-baru ini.

Selain PDN yang mencakup ratusan dinas kependudukan nasional, aset penting yang diserang adalah Server INAFIS TNI dan BAIS.

Segera setelah itu, program ransomware yang diluncurkan oleh kelompok peretas Brain Cipher Ransomware melalui virus Lockbit 3.0.2 menemukan “adegannya”.

Sebab, BSSN dan Kominfo mengakui serangan tersebut dilakukan menggunakan ransomware yang dikembangkan di atas LockBit 3.0 yang sebelumnya menyerang BSI.

Kronologi kejadian diawali dengan upaya menonaktifkan fitur proteksi Windows Defender yang terjadi pada 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB.

Kemudian pada tanggal 20 Juni 2024 pukul 00:54 WIB mulai terjadi aktivitas mencurigakan (berbahaya), yaitu instalasi file berbahaya, penghapusan sistem file penting, penonaktifan layanan yang sedang berjalan, serta proses penonaktifan file terkait. penyimpanan (VSS, HyperV Volume, VirtualDisk dan Veeam vPower NFS) dan akhirnya gagal.

Kemudian pada tanggal 20 Juni 2024 pukul 00:55 WIB, Windows Defender mengalami crash dan tidak berfungsi sehingga berdampak pada data 210 institusi pemerintah (pusat dan daerah) yang dienkripsi oleh hacker.

Baru-baru ini, kelompok hacker Brain Cipher meminta uang tebusan sebesar 8 juta USD atau setara Rp 131 miliar.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Ari Setiadi menyatakan tidak akan memenuhi permintaan uang tebusan peretas tersebut dan malah melacak keberadaannya.

Menurut Symantec, Brain Cipher Ransomware bekerja melalui berbagai metode seperti phishing dan penetrasi eksternal, namun juga menggunakan Initial Access Brokers (IAB), yaitu orang dalam yang dibayar untuk menyediakan akses orang dalam.

Sementara itu, banyak yang bertanya mengapa pusat data penting hanya menggunakan perangkat lunak keamanan bawaan Windows?

Sementara di sisi lain, banyak orang yang menilai Linux lebih aman dari serangan malware dibandingkan sistem operasi besutan Microsoft.

Kinerja Windows Defender dianggap terbatas dan mendasar, dan kelas PDN harus menggunakan perlindungan tambahan yang lebih canggih.

Umumnya, setiap kali ransomware menyerang, ia menyamar dengan mengubah kompilasi atau pengkodeannya. Program antivirus apa pun, termasuk Windows Defender, akan kesulitan mendeteksinya.

Secara spesifik, ada enam mekanisme serangan yang umum digunakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top