Amnesty International Ungkap 8 Pasal Bermasalah dalam RUU Polri

JAKARTA, virprom.com – Amnesty International Indonesia mengungkap delapan pasal bermasalah dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian Republik Indonesia.

Peneliti Amnesty International Indonesia, Norina Savitri mengatakan permasalahan ini akibat semakin besarnya kewenangan pasal tersebut sehingga berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga superpower.

“Kami sangat kritis terhadap perluasan kewenangan ini, lalu siapa yang mengawasi, lalu siapa yang bertanggung jawab,” kata Sekini Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Senin, pada debat publik bertajuk “Polisi Tubuh Super, Siapa yang Mengawasi” (22/07/ 2024). Pertama

Pasal pertama ayat 14 huruf b tentang pembinaan dan pengawasan di dunia maya.

Akibatnya, pembatasan akses internet dianggap membatasi kebebasan berekspresi secara berlebihan.

Baca juga: RUU Kepolisian: Ancaman Lain Terhadap Kebebasan Pers

Kemudian Pasal 14(1)(q) yang memungkinkan Polri melakukan pengamanan, pembinaan, dan pengawasan uang siber. Kemungkinan yang sama bisa terjadi seperti pada pasal dan ayat sebelumnya. yang ketiga

Masih pada Pasal 14, namun kali ini huruf o ayat 1 memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk menyelenggarakan pemeriksaan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai undang-undang. yang ke empat

Pasal 16(1)(g) juga hampir sama, yaitu surat yang memberi wewenang kepada polisi untuk memeriksa dan menyita dokumen elektronik dan dokumen lainnya.

“Pasal ini berpotensi melanggar privasi karena tidak ada kriteria, standar, dan aturan mengenai kategori barang bukti yang dicurigai,” kata Norina. yang kelima

Setelah itu, Pasal 16A memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengumpulkan informasi.

Hal ini dinilai melanggar hak privasi warga negara karena tidak adanya metode pengawasan dan lebih banyak pembatasan peraturan. yang keenam

Pasal keenam yakni pasal 16B memberikan kewenangan kepada Polri untuk mencegah dan menghentikan kegiatan tertentu dalam rangka melindungi kepentingan nasional.

Hal ini dianggap sebagai ancaman bagi pembela hak asasi manusia dan aktivis demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: UU Polri permudah rapat intelijen, ULBHI khawatir kasus Munir terulang ketujuh kalinya

Setelah itu, Pasal 16(1)(o) memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk membantu penyidikan penyidik ​​pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik ​​lainnya. yang kedelapan

Begitu pula dengan Pasal 16 ayat (1) huruf P yang memberikan kewenangan kepada Polri untuk memperoleh hasil penyidikan PPNS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top