Ahli Sebut Akses Pasien Kanker Payudara ke Trastuzumab Terhalang Birokrasi

virprom.com – Akses pasien kanker payudara terhadap trastuzumab, pengobatan kanker payudara HER2+, masih belum optimal karena terkendala birokrasi.

Presiden Masyarakat Onkologi Indonesia (POI) Cosphiadi Irawan menyayangkan hal tersebut. 

Cosphiadi menjelaskan, selama lebih dari satu dekade lalu, trastuzumab merupakan pengobatan standar untuk kanker payudara HER2+, yang terjadi pada satu dari lima pasien kanker payudara.

Baca juga: Skrining Kanker Payudara Dini Gratis untuk 50.000 Wanita

 

Meski kanker jenis ini tumbuh lebih cepat dan kebanyakan menyerang pasien berusia muda, namun jika ditangani dengan baik sejak dini, harapan kesembuhan akan tinggi.

“WIE melalui Global Breast Cancer Initiative menargetkan 60 persen pasien kanker payudara dapat terdiagnosis pada stadium dini, terdiagnosis dalam waktu maksimal 60 hari, dan minimal 80 persen pasien memiliki akses terhadap pengobatan. memenuhi standar medis,” kata Cosphiadi, seperti ditulis Antara, Sabtu (17/08/2024).

Ia mencontohkan Studi Global Burden of Cancer (Globocan) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan akan terdapat 408.661 kasus kanker di Indonesia pada tahun 2022.

Cosphiadi mengatakan kanker ini merupakan kanker terbanyak yang terjadi di Indonesia dan menjadi penyebab kematian akibat kanker tertinggi yaitu 9,3 persen.

Baca juga: Deteksi Kanker Payudara, Mulai Mamografi di Usia 40

Aryanthi Baramuli Putri, pendiri dan presiden Cancer Information and Support Center (CISC), menjelaskan pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah dalam menjamin akses pengobatan kanker.

Ia menjelaskan, ketika keluar peraturan Menteri Kesehatan yang menyebutkan trastuzumab diperbolehkan untuk kanker payudara stadium awal, pasien mempunyai harapan besar bisa mendapatkan obat yang sangat dibutuhkannya.

Aryanthi mengatakan, masih terdapat berbagai kebijakan dan implementasinya yang belum maksimal sehingga pelayanan yang seharusnya diberikan kepada pasien masih terhambat.

Sayangnya hak-hak mereka belum terealisasi hingga saat ini. Obat-obatan belum bisa diakses, ujarnya.

Dalam keterangan yang sama, Kepala Eksekutif BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya berkomitmen mendengarkan dan mencari solusi, meski tantangan utamanya terkait kebijakan dan bukti ilmiah. Dengarkan berita terkini dan pilihan berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top