DPR 2019-2024 Purnatugas, Pengamat: Legislasi “SKS”, Minim Libatkan Publik

JAKARTA, virprom.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 telah menyelesaikan masa jabatannya pada hari ini Senin (3/9/2024).

Meski punya sederet prestasi, lembaga legislatif pada periode ini dihujani kritik pedas. Banyak proses legislasi yang terkesan dilakukan secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan partisipasi masyarakat yang memadai.

Salah satu praktik yang menonjol adalah cara menghasilkan produk legislasi yang terkesan terburu-buru dalam persiapan dan pengesahannya. Fenomena ini terlihat jelas pada beberapa undang-undang penting seperti Omnibus Act Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara (NACA).

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan DPR kali ini lebih banyak menyampaikan catatan kritis dibandingkan apresiasi.

Perundang-undangan ‘Sistem Kecepatan Semalam’ mengakibatkan minimnya partisipasi masyarakat dalam pembahasan peraturan penting, kata Agung saat dihubungi virprom.com.

Baca juga: Anggota RRT 2019-2024 Terlibat Korupsi Kurangi atau Perlemah Upaya Pemberantasan Korupsi?

Agung mengatakan DPR pada masa itu kerap menggunakan taktik menyusun undang-undang secara cepat sehingga masyarakat kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam proses demokrasi tersebut.

DPR sebenarnya punya target ambisius melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang memuat 264 RUU. Namun dari jumlah tersebut, baru 26 rancangan atau revisi undang-undang (RUU) atau sekitar 10 persen yang disahkan.

“Dari 10 persen yang berhasil diselesaikan, beberapa undang-undang memang banyak menuai kontroversi di masyarakat, seperti UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba,” kata Agung.

Bukan hanya dinilai tidak memenuhi kriteria kuantitas, namun kualitas undang-undang yang dihasilkan DPR pun kerap dipertanyakan.

Baca juga: Sediakan Akomodasi Hotel Bintang 5 untuk Anggota DPR yang Akan Dilantik, Ini Penjelasan KPU

Kontroversi besar muncul, terutama ketika banyak peraturan baru yang dianggap mengancam hak pekerja, lingkungan hidup, dan transparansi tata kelola sumber daya alam.

Kritik terhadap DPR semakin banyak dikritik masyarakat karena produk hukum dinilai tidak memberikan solusi terhadap permasalahan nyata yang mereka hadapi sehari-hari.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses legislasi mempunyai implikasi yang serius. Banyak pihak berpendapat bahwa proses yang cepat ini melemahkan fungsi demokrasi yang seharusnya transparan dan inklusif.

Oleh karena itu Agung menilai wajar jika masyarakat merasa tersisih dalam mengambil keputusan yang berdampak langsung pada kehidupannya.

Baca juga: DPR Putuskan Tak Lanjutkan Pembahasan RUU Badan POM

Agung menilai Kongo pada periode tersebut tidak hanya gagal mencapai tujuan legislatifnya, namun juga gagal memenuhi harapan masyarakat atas partisipasinya dalam proses demokrasi yang sehat dan seimbang. Dengarkan berita terbaru dan rilis berita langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top