Koalisi Paripurna dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

Dalam “Daily Investor Summit” Rabu 9 Oktober 2024, Presiden terpilih Prabowo Subianto menilai, Indonesia lazim memiliki kabinet atau koalisi besar dalam pemerintahan.

Alasannya, Indonesia adalah negara besar dan pemerintahnya perlu mewakili semua daerah.

Oleh karena itu, ia ingin merangkul semua pihak untuk memperkuat integritas pemerintahan dengan membentuk kabinet atau koalisi yang kuat.

Sejauh ini, 7 dari 8 partai di parlemen akan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Empat partai politik pengusung Prabowo-Gibran di Pilpres tergabung dalam Koalisi Progresif Indonesia, yakni Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.

Tiga orang lainnya berasal dari luar koalisi Pilpres yakni Nasdem, PKB, dan PKS. Ketiga partai ini sebelumnya tergabung dalam Aliansi Perubahan untuk mendukung Anies Baswedan-Muheimin Iskandar.

Hanya PDI-P yang belum memastikan apakah akan bergabung dalam koalisi pemerintah atau tidak. Namun, indikasi baru-baru ini – termasuk rencana pertemuan antara pemimpin PDI-P Megawati Sukarnoputri dan Prabowo – menunjukkan bahwa partai tersebut akan bersatu.

Jika PDI Perjuangan memilih tidak menjadi oposisi, maka dukungan partai tersebut di parlemen terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran akan total, yakni 100 persen.

Upaya Prabowo memperkuat keperkasaan partai merupakan hasil penerapan sistem presidensial dan multi partai.

Sebagai kepala negara dan pemerintahan, presiden membutuhkan dukungan mayoritas partai di parlemen.

Karena tidak ada partai yang dominan, maka partai-partai di parlemen harus berkoalisi untuk mendukung pemerintah. Tujuannya adalah agar roda pemerintahan tetap berputar secara efisien dan stabil; tidak mendapat kritik berarti dari pihak di luar koalisi pemerintah.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika komposisi partai koalisi di pemerintahan begitu besar, namun partai di luar koalisi sangat sedikit.

Berdasarkan data Badan Pemilihan Umum, sejak 1999 hingga 2024, kekuatan partai di parlemen selalu melebihi 50 persen.

Sedangkan pada periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada 2019 hingga 2024, komposisi partainya mencapai 91,3 persen. Persentase ini merupakan yang tertinggi atau paling tebal sejak tahun 1999, didukung oleh rata-rata kekuatan partai sebesar 70-80 persen (Ritbang Kompas, Mei 2024).

Sedangkan untuk kabinet, Prabowo-Gibran bisa memiliki lebih dari 34 kementerian setelah memperbarui undang-undang kementerian negara. Kini jumlah kementerian bisa disesuaikan dengan kebutuhan presiden.

Belakangan beredar kabar bahwa Prabowo-Gibran akan mendirikan 44 kementerian. Hal ini menimbulkan kontroversi karena akan menghabiskan banyak uang dan hanya akan menarik pendukung politik utama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top