Perang Bersama Melawan Judi “Online”

JAKARTA, virprom.com – Pemberantasan perjudian online adalah perang masyarakat, bukan hanya penegakan hukum. Seluruh lapisan masyarakat harus bergerak melawan perilaku buruk yang akhir-akhir ini menjadi perhatian di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Apalagi menurutnya perjudian kini sudah menjadi gaya hidup karena dianggap sebagai kesenangan atau kebahagiaan bagi para penjudi.

Terungkap, berdasarkan data Badan Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) seperti dilansir Harian Kompas pada 16 Januari 2024, setidaknya akan ada 3,29 juta orang yang bermain game online pada tahun 2023 saja, dimana jumlah totalnya adalah 3,29 juta orang. yang dihemat akan mencapai Rp 34,5 miliar. .

Sedangkan pada tahun 2017 hingga 2022, PPATK menemukan 156 juta transaksi dengan nilai 190 triliun. Dengan demikian, diperkirakan sekitar 2,7 juta orang bermain judi online dalam lima tahun tersebut.

Baca Juga: Perang Melawan Cybercrime, Cyber ​​Policing Harus Efektif Bukan Hanya Sesekali

Dari jumlah tersebut, menurut PPATK, sekitar 79 persen atau 2,1 juta orang memilih nilainya di bawah Rp100.000. Dengan kata lain, hal itu menunjukkan bahwa mereka berasal dari kalangan menengah.

Jika data lima tahun PPATK ditambah dengan angka yang diperoleh pada tahun 2023, diperkirakan ada sekitar lima juta orang yang bermain game online.

Oleh karena itu, menurut Abdul Fickar, kita tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum untuk memberantas perjudian. Bukan hanya pencegahan saja, namun tindakan juga penting untuk memberikan efek pencegahan.

“Jadi sekarang kita sedang berperang, semua perang, semua lini diundang untuk melawan game online ini.” Karena diketahui dampak paling mematikan adalah pembakaran laki-laki dan perempuan (di Mojokerto), itu perintah yang harus dipatuhi, bahkan oleh polisi,” ujarnya dalam acara Wawancara Koran virprom.com, Selasa. (18/6/2024)).

Baca juga: Pakar Sebut Tak Perlu Bansos Khusus untuk Penjudi, Tapi…

Ia mengatakan, untuk mencegahnya, yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan penertiban upaya hukum terhadap perjudian online dan penyelenggara lembaga perwakilan di pusat dan daerah yaitu DPR dan DPRD.

Menurut Abdul Fickar, sebaiknya seluruh aparatur pemerintah dari pusat hingga daerah dilibatkan dalam edukasi atau komunikasi tentang bahaya perjudian. Sebab banyak orang yang belum mengetahui bahwa game yang memberikan kesenangan ini tergolong game online.

“Ekspansi itu penting sekali. Supaya masyarakat tidak menganggap judi itu menakutkan. Tapi juga jadi mainan, sesuatu yang bisa dinikmati. Itu yang paling parah bukan? Yang punya (uang) seratus ribu rupee menang, dia senang dia sudah selesai berjudi”.

Untuk menegakkan hukum, Abdul Fickar menekankan perlunya polisi internet yang efektif. Pasalnya, perjudian merupakan kejahatan dunia maya sehingga pelakunya terancam oleh Undang-Undang Perlindungan Data (ITE).

Baca juga: Habiburokhman Anggap Keluarga Pemain Online Miskin Harus Dapat Bansos, Ini Alasannya

Polisi Cyber ​​wajib memantau dan mengambil tindakan tegas terhadap pengguna atau pelaku usaha terkait perjudian. Sebab, ia yakin perjudian semakin marak karena adanya fasilitator di Indonesia.

“Kalau dengar beritanya, ada pedagang dari Hong Kong, Thailand, Singapura. Saya kira di Indonesia ada pedagang yang memfasilitasi distribusinya. Kalau bisa, tegaskan hukum dan bawa ke pengadilan untuk memberi contoh bagi yang tidak melakukan. itu,” kata Abdul Fickar Hajar.

Selain itu, berdasarkan informasi terkini PPATK, dana dari 5.000 rekening yang kini ditangguhkan karena aktivitas perjudian tampaknya telah mengalir ke 20 negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top