Jimly Asshiddiqie: Kesejahteraan Hakim Harus Jadi Prioritas Pemerintah Baru

JAKARTA, virprom.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (CJ) Jimly Asshiddigie berharap pemerintahan selanjutnya yang dipimpin Prabowo Subianto bisa lebih memperhatikan kesejahteraan peradilan.

Harapan tersebut disampaikan Jimli pada Selasa (8/10/2024) usai menerima 12 perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) di Sekolah Hukum dan Pemerintahan Jimli, Sarinah, Jakarta Pusat.

“Saya harap pemerintah selanjutnya memperhatikan. Penting untuk masalah kesejahteraan,” kata Jimly.

Baca juga: Prabowo Sebut Wasit Tak Perlu Cari Ekstra

Di hadapan awak media, Jimly mengaku sudah mendengar janji kampanye Prabowo untuk meningkatkan kesejahteraan hakim.

Namun, ia berharap reformasi yang dilakukan pemerintah selanjutnya tidak hanya mencakup kesejahteraan saja, melainkan mencakup aspek yang lebih komprehensif.

Saya juga dengar salah satu kampanye Pak Prabowo menjanjikan peningkatan kesejahteraan hakim, itu sudah bagus, katanya.

Saya juga dengar salah satu kampanye Pak Prabowo menjanjikan peningkatan kesejahteraan hakim, itu sudah bagus, katanya.

Jimli menekankan pentingnya penataan kembali perbuatan hukum normatif terkait kekuasaan kehakiman yang berdampak pada kesejahteraan dan independensi hakim.

“Sebaiknya diutamakan pada penataan sistem kekuasaan kehakiman yang lebih komprehensif. Mudah-mudahan pemerintah saat ini tidak bisa melakukan itu, karena waktu tinggal 12 hari lagi. Kita menaruh harapan pada pemerintahan selanjutnya,” imbuhnya.

Menurut perwakilan SHI, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyatakan keprihatinannya terhadap situasi hakim.

Baca juga: Wakil Hakim di DPR: Kami PNS, Tapi Tak Bisa Beli Mobil Dinas

Ia mengatakan, ribuan hakim melakukan protes karena pemerintah tidak menganggap kesejahteraan mereka sebagai prioritas.

Jimli menilai aksi mogok kerja ribuan hakim merupakan fenomena baru di Indonesia.

Para juri mengambil cuti selama lima hari pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.

“Sepertinya tidak ada wasit demo di seluruh dunia. Wasitnya protes. Ya, sudah tiga kali kita melakukannya,” ujarnya.

Pakar hukum tata negara ini juga mengatakan, aksi serupa pernah terjadi pada tahun 1956, saat situasi negara belum stabil.

“Karena kesibukan kita dan konsolidasi kekuasaan politik, maka aspek kekuasaan kehakiman kurang mendapat perhatian. Lalu terjadilah semacam demonstrasi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top