Menguji Prabowo: Indonesia Mau ke Mana?

Pernyataan menarik disampaikan PRABOWO Subianto dalam pidato video peringatan HUT ke-3 Partai Buruh. Ia mengaku memperjuangkan perekonomian berkeadilan, perekonomian berbasis keluarga, perekonomian Pancasila dan bukan perekonomian kapitalis neoliberal.

“Kalian sudah tahu kan, saya memperjuangkan keadilan ekonomi, saya memperjuangkan ekonomi Pancasila, ekonomi keluarga, bukan ekonomi kapitalis neoliberal yang sering bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” kata Prabowo (virprom.com, 18/09/ 2024).

Pernyataan Prabow ini menarik. Mengingat ia akan segera dilantik, tepatnya pada 20 Oktober 2024, menjadi Presiden RI menggantikan Joko Widodo.

Prabowo akan memiliki kekuatan yang sangat besar. Meski ide-idenya selama ini hanya bisa diimplementasikan dalam bentuk pidato, namun kini setelah ia mengambil alih kursi kepresidenan, ia punya peluang untuk mengimplementasikannya.

Apa yang sebelumnya hanya bisa dibicarakan di forum-forum, akan memberi peluang bagi Prabowo untuk mewujudkannya.

Prabowo sedang diuji dengan kesaksiannya. Publik akan melihat apakah Prabowo berani membuktikan klaimnya.

Saya menemukan artikel lama karya Prabow Subiant, saat masih menjabat Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), berjudul “Indonesia Menuju Kemana?” (Kompas, 11 Juli 2008).

Saya melihat pemikirannya yang konsisten. Klaimnya bahwa ia akan memperjuangkan perekonomian yang adil, perekonomian berbasis keluarga, dan bukan perekonomian kapitalis neoliberal menjawab pertanyaan dalam artikel tersebut.

Dalam tulisan tersebut, Prabowo berasumsi bahwa laissez-faire hanya menghasilkan sedikit orang kaya dan banyak orang miskin.

Di negara-negara dengan sistem kapitalis, kelompok kaya tumbuh, namun kelompok miskin tumbuh jauh lebih cepat. Prabowo mencontohkan beberapa negara, termasuk Indonesia.

Menurut Prabow, hal ini sebenarnya terjadi di Amerika Serikat, negara mapan dengan pendapatan per kapita $50.000 (artikel tahun 2008). Dia menunjuk pada wawasan Paul Krugman, seorang profesor ekonomi di Universitas Princeton dan komentator New York Times.

Menurut Krugman, kekayaan 0,01 persen penduduk terkaya AS telah meningkat tujuh kali lipat selama tiga dekade. Namun, perusahaan-perusahaan lain hampir tidak berubah dan bahkan menyusut karena inflasi.

Pada tahun 1970an, manajer puncak memperoleh gaji 30 kali lipat dari rata-rata gaji karyawannya. Pada awal tahun 2000 lebih dari 300 kali.

Menurut Prabow, tren serupa juga terjadi di Indonesia. Jika kita melihat data UNDP, terlihat koefisien Gini Indonesia yang semakin meningkat, kata Prabowo, mengisyaratkan adanya proses ketimpangan ekonomi.

Sementara itu, beberapa negara yang beralih dari laissez-faire telah mencapai keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top