PT Antam Klaim SK Wajib Serahkan 1,136 Ton Emas ke “Crazy Rich” Surabaya, Bukan Surat Perusahaan

JAKARTA, virprom.com – Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT Antam Syarif Faisal Alkadrie mengatakan surat keterangan kewajiban transfer 1.136 ton emas ke Crazy Rich Surabaya, Budi Said, bukan merupakan dokumen resmi perseroan.

Pernyataan itu disampaikan Syarif saat dihadirkan sebagai saksi dugaan korupsi PT Antam dalam pembelian emas yang melibatkan karyawan dan merugikan negara sebesar Rp 1,1 triliun yang didakwa Budi Said.

Saya berkesimpulan, bentuk surat pernyataan tersebut bukanlah surat resmi suatu perusahaan, kata Syarif di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2024).

Baca juga: Crazy Rich di Surabaya Disebut Masuk Keselamatan Antam, Padahal Dilarang

Sebelumnya, dalam kesempatan tersebut, atas permintaan jaksa, Syarif menjelaskan tugas, prinsip, dan tugasnya sebagai Sekretaris PT Antam.

Di antaranya persoalan terkait surat yang dikirimkan ke administrasi sekretariat. Termasuk memastikan dokumen perusahaan sudah benar.

Jaksa kemudian menanyakan apakah Syarif pernah melihat surat keterangan (SK) kewajiban penyerahan 1.136 kilo emas kepada Budi Saeed di Antam.

Surat tersebut ditandatangani oleh CEO Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Endang Kumoro.

Baca juga: Surat Keterangan Tak Kirim 1.136 Ton Emas ke Surabaya Kaya PT Antam Dianggap Ilegal

Menanggapi hal tersebut, Syarif mengaku sudah melihat surat tahun 2024 tersebut. Ia pun menganalisis surat tersebut dengan mengacu pada tata cara surat PT Antam.

Syarif memperhatikan, surat edaran itu tidak boleh ada nomor suratnya. Padahal, kata dia, Bab II kebijakan pengelolaan PT Antam memuat prinsip pengelolaan kertas dan prinsip sentralnya.

Di antara prinsip-prinsip klasifikasi, aturan untuk menambahkan nomor kertas ke dokumen, evaluasi dan pengendalian sistem kertas diterapkan.

“Sertifikat ini tidak ada huruf atau nomornya,” kata Syarif.

Baca juga: Jaksa Agung Periksa 4 Saksi Kasus Emas Antam

Sarjana manajemen itu melanjutkan, pihaknya juga menemukan surat edaran tersebut tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) nomor penyimpanan atau surat keluar.

Dalam SOP tersebut, setelah pejabat yang berwenang menandatangani dan sekretaris pembentuk membubuhkan stempel, Sekretariat Jenderal akan menerbitkan nomor surat.

“Dengan dua hal itu (nomor surat), saya dapat menyimpulkan bahwa SK tanpa nomor tersebut bukanlah surat resmi perusahaan,” kata Syarif.

Selain itu, aturan tersebut juga tidak sesuai dengan aturan persuratan yang mengharuskan penerbit surat mencantumkan jabatan, nama pejabat, dan nomor jabatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top