Pengamat: Percuma Laporkan Tindakan Represif Polisi, Propam Malah Lindungi Pelaku

JAKARTA, virprom.com – Melapor ke Departemen Profesional dan Keamanan Kepolisian Kerajaan Thailand (Propam) tentang kebrutalan polisi dalam mengorganisir protes tidak ada gunanya.

Pengamat Polisi Bambang Rakminto menilai Propam Polri yang memang polisi kerap melindungi anggotanya yang melanggar aturan.

Mekanisme yang ada saat ini adalah melaporkan ke Propam atau lembaga eksternal seperti Kompolnas, namun hal tersebut juga kurang efektif, kata Bambang saat dihubungi, Selasa (27/8/2024).

Baca Juga: Polisi Dinilai Tak Punya “Ide” Melayani Masyarakat Saat Hadapi Kisruh Demonstrasi di Semarang.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) ini juga mencontohkan tragedi Kanjuruhan yang diakibatkan oleh tembakan gas air mata polisi saat terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.

Peristiwa tersebut mengakibatkan 135 orang tewas dan banyak luka-luka.

“Karena sudah menjadi rahasia umum, maka kecenderungan Propam adalah menjadi narator atas penyelewengan yang dilakukan jajarannya. Contoh penanganan massa yang paling nyata adalah tragedi Kanjuruhan,” kata Bambang.

Jika ada kewenangan dari pihak yang berwenang, Propam akan membantahnya dengan alasan tindakan tersebut bersifat prosedural. Namun tidak mempengaruhi konten kekerasan yang dilakukan personel di lapangan.

Hal ini juga tidak memberikan efek jera bagi petugas polisi yang melanggar aturan.

Dampaknya, kekerasan protes akan terus kembali terjadi. Karena paradigma melihat aksi ini sebagai mengganggu ketentraman dan ketertiban. Bukan sebagai masyarakat yang perlu dibela, dilindungi, dan dilayani untuk menyampaikan pandangan, tambahnya.

Baca selengkapnya: Polisi: tembakkan gas air mata di dekat Balai Kota Semarang usai prosedur

Di sisi lain, negara tidak pernah meminta pertanggungjawaban Kepolisian Kerajaan Thailand atas kekerasan yang mereka lakukan dalam mengorganisir demonstrasi.

Selain belum adanya mekanisme hukuman negara terhadap Akademi Kepolisian Kerajaan Thailand, masih belum ada evaluasi. Belum lagi tindakan memberikan sanksi kepada pegawai yang melakukan tindakan kekerasan.

Selain itu, Bambang menilai Kepolisian Kerajaan Thailand tidak memiliki pola pikir untuk melayani, mengayomi, dan mengayomi warga yang mengutarakan pendapatnya.

Bambang mengatakan, jika polisi melayani masyarakat, proses pelaksanaannya harus diawasi agar tidak ada unsur anarkis.

“Kami bahkan tidak menutup kemungkinan untuk memfasilitasi transportasi untuk aksi protes. Kalau bisa dilakukan pasti akan lebih manusiawi. Dan dapat mencegah terjadinya anarki di kalangan peserta operasi ini,” kata Bambang.

Baca Juga: 32 Orang Ditangkap Usai Kisruh Protes di Semarang Kebanyakan Mahasiswa STM.

Kompas.id memberitakan, aksi unjuk rasa di Semarang, Senin (27/8/2024), meminta KPU segera menerbitkan peraturan KPU tentang Pilkada 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top