Tren Menang Besar, Calon Tunggal Pilkada 2024 Diprediksi Meningkat

JAKARTA, virprom.com – Jumlah calon tunggal ibu kota daerah meningkat sejak Pilkada 2015 seiring upaya partai politik untuk meraih kemenangan, jelas pakar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Angren.

Menurut Titius, kecil kemungkinannya memenangkan persaingan dengan calon lokal dari partai politik lain untuk merebut suara pemilih.

“Festas ingin menjamin kemenangan sejak awal,” kata Titius melalui suratnya kepada virprom.com, Selasa (6/8/2024).

Sejak 2015, hanya satu pasangan calon, Munafri Arifuddin-Andy Rachamtika Devi yang kalah di Pilkada Kota Makassar 2018.

Selebihnya, pada Pilkada Serentak 2015, masing-masing calon dicari 3 dari 269 daerah pemilihan.

Baca juga: Upaya Membeli Partai untuk Melawan Pilkada 2024 dengan Kotak Kosong

Pada tahun 2018, 15 dari 16 pertandingan dimenangkan oleh satu kandidat. Dua tahun kemudian, salah satu dari 25 pasangan calon yang bertanding melawan kotak kosong diundi dan meraih kemenangan.

Selain niat parpol yang ingin menang secepatnya, Titius membenarkan ada beberapa kendala sistemik yang membuat pilkada tidak bisa diwarnai oleh beberapa pasangan calon.

“Ada hambatan masuk dalam bentuk persyaratan nominasi yang lebih ketat berdasarkan personal dan partai politik,” katanya.

Misalnya, persyaratan dukungan minimum untuk calon daerah non-partai ditingkatkan dari 3-6,5 persen menjadi 6,5-10 persen.

Baca juga: Kotak Pidato Kosong di Pilkada Batavia Ironi Bagi Demokrasi

Dukungan berupa persyaratan KTP untuk menunjang warga masih akan diverifikasi melalui Sensus KPU. Jika terbukti benar dan memenuhi syarat, maka calon akan mendapat tiket pertandingan resmi untuk mendaftar ke KPU.

Persyaratan untuk ikut serta dalam pemilukada oleh partai politik lebih kompleks.

Ambang batas pencalonan dinaikkan dari 15 persen kursi atau 15 persen suara sah pada pemilu legislatif DPRD menjadi 20 persen kursi atau 25 persen suara sah pada pemilu legislatif DPRD.

Kompleksitas kebutuhan tersebut belum memperhitungkan faktor hegemonik dominan yang dapat menentukan konstelasi politik menjelang pemilu kepala daerah.

“Sangat kuatnya kerja yang didorong oleh mesin politik berarti kecenderungan calon perseorangan semakin meningkat,” kata Titius.

“Lebih dari 80 persen calon perseorangan merupakan calon pada periode 2015 hingga 2020,” ujarnya.

Jelang pendaftaran calon ibu kota daerah pada 27-29 Agustus mendatang, konstelasi politik daerah pada Pilkada 2024 dikhawatirkan akan berujung pada kekosongan kotak misi.

Baca Juga: Perhatian: Apa Untung Parpol Jika Berkomplot Melawan Partai Politik hingga Ciptakan Peti Kosong?

Misalnya, dalam pemilihan presiden di Sumatera Utara, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasusan, adalah satu-satunya kandidat yang berpeluang mendapat dukungan dari hampir semua partai politik kecuali PDI-P.

Selain itu, di Jawa Timur, Koalisi Maju Indonesia (KIM) yang memenangkan Pilpres 2024 membentuk koalisi 7 parpol untuk mendukung petahana Khofifa Indar Parawanza-Emil Dardak.

Peluang serupa tidak bisa terjadi di Batavia, di mana Partai Nasdem yang menyatakan akan mencalonkan mantan presiden Anees Basweden tak menutup kemungkinan akan membatalkan rekomendasi yang gagal didapat Anees. karena masyarakat belum melewati ambang batas. Dengarkan berita terhangat dan berita bacaan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran whatsapp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top