Kunjungan Paus Fransiskus dan Diplomasi RI

Indonesia Sambut Tamu Agung: Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia dan Kepala Negara Vatikan.

Paus berada di Indonesia pada 3-6 September, dengan jadwal padat pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, pertemuan dengan tokoh Katolik Indonesia di Masjid Istiklal dan acara dengan berbagai tokoh agama.

Puncak kunjungan Paus ke Indonesia adalah Misa di stadion utama Jelora Bong Korno yang diperkirakan akan dihadiri ribuan umat Katolik.

Sebagai kepala negara di Vatikan, Paus mengunjungi berbagai negara sahabat, hal yang biasa terjadi dalam hubungan diplomatik antar negara.

Namun, sebagai pemimpin umat Katolik dunia, kunjungannya ke Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tentu membuka banyak ruang penafsiran.

Lantas, bagaimana Anda melihat kunjungan Paus ke Indonesia dari sudut pandang diplomasi Indonesia?

Sejak dilaksanakannya reformasi Indonesia setelah jatuhnya Soeharto, diplomasi Indonesia mengambil bentuk yang berbeda.

Berkat reformasi politik yang dilakukan sejak saat itu (terlepas dari segala kekurangan dan ketidakpuasan masyarakat saat ini), satu hal yang jelas mengenai citra Indonesia di luar negeri: Indonesia adalah negara minoritas Muslim yang dapat menganut demokrasi.

Mengapa demokrasi? Pandangan Francis Fukuyama dalam The End of History dan The Last Man (1992) dikenang dengan baik. Setelah jatuhnya komunisme, ia meramalkan bahwa dunia akan menggunakan bahasa yang hampir sama: demokrasi dan pasar.

Citra negara demokratis menjadi aset politik dalam diplomasi politik luar negeri Indonesia.

Meskipun demokrasi Islam sulit diterima di tengah skeptisisme global, Indonesia sebenarnya memberikan bukti efektivitas alat demokrasi dalam proses politik dalam negeri.

Dengan bukti ini, dunia yakin bahwa Islam dan demokrasi sebenarnya tidak perlu bertentangan, melainkan saling melengkapi.

Selain sebagai negara demokratis, Indonesia juga dikenal sebagai negara minoritas Muslim moderat. Gambaran inilah yang membedakan Islam di Indonesia dengan Islam di negara-negara Arab di Timur Tengah yang masih terperosok dalam konflik dan peperangan.

Pasca tragedi Menara Kembar di New York pada tahun 2001, sentimen politik internasional mendorong perdebatan Islam menjadi agenda utama dunia.

Barat dan Islam menderita karena saling curiga. Meski Barat menuding ekstremisme dan ekstremisme, diplomasi Indonesia menunjukkan moderasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top