Satuan Tugas Seumur Masa Viral

Ketika saya berumur 15-20 tahun saya diperkenalkan dengan suatu jenis permainan. Penjual dan pemasang menyebutnya tail.

Sistemnya pembeli membayar sejumlah tertentu. Jumlahnya menentukan banyaknya digit atau angka yang dibeli, misalnya tiga atau empat digit.

Banyaknya angka yang dibeli menunjukkan tiga atau empat angka (ekor). Itu sebabnya disebut ekor.

Saya membelinya hanya untuk bersenang-senang dan mengisinya dengan tiga atau empat angka. Tujuannya untuk merasakan sensasi memenangkan ratusan ribu rupee. Alih-alih dihargai, harapan tetaplah sekedar harapan.

Setelah itu diubah menjadi voucher donasi olahraga berhadiah atau KSOB. Lalu ganti nama menjadi TSSB (Social Contribution Prize), lalu ganti menjadi SDSB (Generous Social Contribution Prize).

Keabsahan pengundian tersebut antara lain dengan Keputusan Menteri Sosial No. BSS-10-12/85 tanggal 10 Desember 1985.

Jauh sebelum SDSB sudah ada Porkas atau voucher berhadiah Agility Week dan Nalo alias Undian Nasional (1968-1974). Ada pula yang mengatakan Nalo mengacu pada UU Lotere Nomor 2 Tahun 1954. Kemudian dikonversikan menjadi iuran Dana Sosial (SSB)

Saat SDSB berjalan saya hanya menjadi penonton. Aku ingin membelinya, namun mau tak mau aku mempunyai sejumlah uang dan aku mulai paham bahwa berjudi itu haram. Oleh karena itu, saya melihat masyarakat miskin dan menengah bisa membeli voucher SDSB.

Saya juga merasa bahwa pembeli tetap merasakan perasaan mendapatkan uang ekstra dan jumlah yang besar dengan segera.

Ilusi kekayaan mendadak, kebebasan dari kemiskinan membuat impian mereka menjadi kenyataan. Meski sebagian besar pembeli miskin masih miskin, harapan mereka untuk menjadi kaya dan baru tidak terwujud. Bahkan orang kaya yang bergantung pada SDSB pun bisa menjadi miskin.

Selama tail atau nalo dan SDSB aktif, saya jarang mendengar tentang tindakan pemerintah untuk menghapus game.

Sekalipun nanti ada operasi terhadap bandar atau agen, jika bandar atau agen tidak membayar “kompensasi” kepada pihak mana pun, kata agen penjual SDSB.

Dalam perkembangannya, SDSB mendapat tanggapan negatif seiring dengan adanya dampak buruk bagi masyarakat, khususnya pembeli.

Seperti bentuk perjudian lainnya, perjudian selalu menjanjikan kemenangan, namun hanya kemiskinan. Hanya sejumlah kecil yang mendapat imbalan. Yang terbesar adalah Rp 75 juta, jumlah yang luar biasa pada tahun 1980an. Dengan hadiah besar tersebut, penerimanya bisa membeli rumah.

Sekitar tahun 2022, game online mulai menyentuh saya dalam bentuk “mention” di media sosial (medsos) dan grup WhatsApp (WAG). Istilah taruhan di media sosial berupa penawaran platform game dan ajakan untuk menggunakannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top