Para “Crazy Rich” di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

JAKARTA, virprom.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus mengusut kasus dugaan korupsi tata niaga pasar timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Hingga saat ini, Kejaksaan telah menetapkan 20 tersangka korupsi dan satu tersangka menghalangi keadilan.

Para tersangka diduga mengorganisir penambangan timah ilegal di wilayah Bangka Belitung. Mereka mencurigai adanya korupsi dalam pembuatan perjanjian kerja sama ilusi dengan PT Timah.

Baca juga: Jaksa Sita Gedung Mewah di Sumarecon Serpong Terkait Kasus Korupsi Logam.

Perjanjian tersebut mereka jadikan dasar bagi para tersangka untuk mendirikan perusahaan boneka guna menjalankan skema tersebut di wilayah Bangka Belitung.

Sejumlah besar produk udara juga dikumpulkan. Harta yang diterima berupa uang, alat berat 55 unit.

Saat itu ada 16 mobil. Sebanyak 7 di antaranya merupakan mobil mewah tersangka sekaligus suami Sandra Devi, Harvey Moeis.

Penyidik ​​juga memblokir 66 akun dan menerima 187 usulan/pasal terkait kasus ini.

Rumah yang disita salah satunya adalah rumah mewah di kawasan Sumarekon Serpong, Banten, yang diduga milik Tamron Tamsil pemilik CV VIP.

“Tim penyidik ​​telah memblokir 66 rekening hingga saat ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Jaksa Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/05/2024).

Baca Juga: Sandra Devi Diinterogasi Lagi di Kantor Pengumpulan, Bicara Pelan dan Canggung Tertunduk Usai 10 Jam Diinterogasi

Tak hanya itu, enam smelter atau tempat pengolahan timah di kawasan Pulau Bangka Belitung dengan luas total 238.848 meter persegi juga ditempati.

Smelter yang diakuisisi antara lain smelter CV VIP, smelter PT SIP, smelter PT TI, dan smelter PT SBS.

“Serta Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Tangsel,” ujarnya.

Menurut Ketutu, enam petani sudah dilimpahkan ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dengan demikian, enam smelter bisa beroperasi di bawah kendali BUMN.

Oleh karena itu tindakan pemaksaan yang dilakukan juga menghilangkan nilai ekonomi dan tidak menimbulkan dampak sosial,” kata Ketut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top