Eks Anggota KPU Gugat “Presidential Threshold”, MK Ingatkan soal “Legal Standing”

JAKARTA, virprom.com – Mantan Anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay memprotes Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas calon presiden (“presidential treshold”) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia mewakili yayasan Netgrit yang dia dirikan.

Ia pun mengundang pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, sebagai pemohon kedua.

Mahkamah Konstitusi mengingatkan agar memperkuat dalil-dalil terkait kedudukan hukum pemohon.

Karena dari 32 gugatan mengenai “presidential treshold” yang ditetapkan Mahkamah, banyak yang dibubarkan lebih awal karena para pemohon dianggap tidak mempunyai legal standing.

“Kadang-kadang, kalaupun permohonannya sangat bagus, karena pemohon tidak mempunyai status hukum, semuanya berantakan,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/8/2024).

“Pak Hadar dan Bu Titi serta kuasanya, perhatikan baik-baik karena pasal ini tentang pencalonan calon presiden,” ujarnya.

Baca juga: Pakar Gugat Mahkamah Konstitusi, Ingin Akhiri Dikotomi Mendukung dan Mendukung Parpol di Pilpres

Guntur mengingatkan, calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Hal ini seringkali menyebabkan majelis hakim tidak mempertimbangkan permohonan pemohon yang tidak terkait dengan partai politik.

Bahkan, ada yang serupa dengan pengalaman Partai Buruh pimpinan Said Iqbal, meski berstatus partai politik peserta Pemilu 2024, bukan peserta Pemilu 2019, yang hasilnya digunakan untuk menentukan apakah partai politik dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

“Saya menyarankan harus ada legal standing, baik kerugian aktual maupun potensi kerugian konstitusional,” kata Guntur.

Baca juga: Pengamat: Kepala Daerah Harus Dilantik Sekaligus, Tunggu Keputusan Mahkamah Konstitusi

Dalam perkara nomor 101/PUU-XXII/2024, Hadar dan Titi mengajukan dua permohonan yang masing-masing mengajukan model Presidential Threshold yang berbeda untuk partai politik parlemen dan nonparlemen.

Pada petisi pertama, mereka menyerukan penghapusan Presidential Threshold selama partai politik mempunyai kursi di parlemen.

Sedangkan politisi koalisi nonparlemen bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden, asalkan koalisinya memenuhi 20 persen dari jumlah partai politik peserta pemilu sebelumnya.

Baca juga: Kembali Kontroversi Pemilu Legislatif 2024, Mahkamah Konstitusi Jamin Uji Materi Dilanjutkan

Merujuk pada pemilu legislatif 2024 yang diikuti 18 partai politik, misalnya 3 parpol nonparlemen (turun dari 3,6) cukup untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden pada pemilu presiden 2029.

Opsi lain, Hadar dan Titi menyerukan agar Presidential Threshold dihapuskan selama partai politik mempunyai kursi di parlemen, dan pembentuk undang-undang nantinya dapat menentukan Presidential Threshold bagi partai politik non-parlemen. Dengarkan berita terkini dan pilihan berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top