Jamaah Islamiyah Bubar, Terorisme Dinilai Tak Akan Hilang Selama Rantai Amarah Tidak Diputus

JAKARTA, virprom.com – Analis terorisme ISESS Khairul Fahmi mengatakan terorisme tidak akan berakhir meskipun itu salah satu kelompok terorisme atau ekstremisme. Islamiyah (JI) terpecah.

Menurut Fahmi, ekstremisme tidak akan berakhir kecuali pemerintah mengatasi akar permasalahannya, yaitu rasa malu atau putus asa karena tidak adanya keluarga atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Terorisme dan ekstremisme adalah bentuk kejahatan kebencian atau balas dendam yang muncul karena rasa frustrasi atau putus asa atas adanya kesenjangan tersebut, ujarnya.

“Kecuali akar masalah ini diberantas, kemungkinan terjadinya terorisme atau kekerasan tidak dapat dikesampingkan. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa ideologi ini akan kehilangan penganutnya dan janji penyerahan diri akan dipenuhi.” orang-orang hebat,” kata Fahmi kepada virprom.com melalui keterangan tertulis, Senin (7/8/2024).

Baca Juga: Jamaah Islamiyah dibubarkan, umumkan kembali ke TNI

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ideologi dapat dilarang atau dihilangkan, namun tidak ada jaminan bahwa ideologi dapat dihilangkan sepenuhnya dan tidak akan ditemukan pengikutnya.

Dari pihak JI, Fahmi mengatakan organisasi tersebut sudah lama tidak memiliki kepemimpinan.

“JI tumbuh subur di banyak sel klandestin (yang menyamar atau klandestin) dan memiliki pendukung dan simpatisan yang hanya memiliki sedikit koneksi selain menjadi anggota dan tidak serta merta mengikuti instruksi spesifiknya,” katanya.

Oleh karena itu, Fahmi ragu terorisme atau ekstremisme akan hilang total di Indonesia dengan dibubarkannya JI. Meski demikian, ia memuji keputusan pimpinan JI yang memilih mengakui kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca Juga: Jamaah Islamiyah Dibubarkan, Akankah Bawa Terorisme di Indonesia? Deradikalisasi bukanlah sebuah konsep yang nyata

Lebih lanjut, Fahmi menilai, membuang-buang waktu dan mengatasi masalah kekerasan moderat bukanlah ide yang baik.

Sebab, ekstremisme kekerasan berbeda dengan ekstremisme yang mempunyai makna lebih dalam. Salah jika kita menganggap ideologi terorisme lahir dari pemikiran yang kurang mendalam.

“Itu fenomena yang radikal, tapi akibat dari kegagalan atau khayalan yang menciptakan kesenjangan antara kenyataan yang tidak terduga,” kata Fahmy.

“Kekerasan berbasis agama dan terorisme berbeda dengan yang bersifat memecah belah. Banyak pengalaman sebagai akibat dari sesuatu yang sudah sangat rendah,” ujarnya.

Baca Juga: Jamaah Islamiyah Dibubarkan, Penjelasan Ledakan Teroris Besar di Indonesia

Jadi, katanya, gangguan bukanlah cara untuk mengatasi kesalahpahaman. Sebab akar masalahnya terletak pada kebencian dan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

“Kelihatannya ini hanya berhasil dalam jangka pendek, tapi dalam jangka panjang bisa mencegah bahaya. Menurut saya ini belum berhasil. Rencana tersebut telah menghentikan ancaman yang ada, tapi tidak menghilangkan bahaya yang bisa terjadi. dihadapi jika diterapkan. Yang dewasa hilang dan sekarat, satu menjadi seribu.

Tentu saja, kata Fahmi, akan muncul angka-angka baru. Namun, ada banyak kelompok ekstremis yang mengaku setia kepada negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top