MK Vs DPR: Antara Wewenang dan Kesewenang-wenangan

Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) atas pertimbangan Pasal 40 ayat (3) tentang pembatasan pengangkatan kepala daerah sangat baik bagi demokrasi dan kemandirian rakyat. Untuk itu, Mahkamah Konstitusi harus dihormati.

Namun, jika Mahkamah Konstitusi ingin melindungi Konstitusi, kedaulatan rakyat, keadilan, dan demokrasi, maka yang terbaik adalah menghilangkan jumlah calon yang minimal.

Persoalan lainnya adalah Mahkamah Konstitusi terlalu berambisi menggunakan dalil Utla Pucita untuk mengabulkan tuntutan partai Guerora dan Buruh di luar tuntutan para pemohon.

Mahkamah Konstitusi juga menjalankan kekuasaan kontrol hukum dengan mengubah dan menetapkan norma yang dicabut.

Hal lainnya adalah para aktivis yang dikenal sebagai “promotor demokrasi” mencoba “memanfaatkan” putusan Mahkamah Konstitusi dengan alasan membela konstitusi dan menyelamatkan demokrasi. Diskusi yang melibatkan kelainan sangatlah berbahaya.

Mungkin mereka tidak memahami bahwa Mahkamah Konstitusi “menghalangi” legislasi DPR dan kontrol legislatif atas Peru. MC dapat membatalkan artikel dan menyesuaikan artikel yang dibatalkan sesuai dengan keinginan MC.

Kekuasaan seperti itu hanya ada dalam bentuk pemerintahan yang despotik dan despotik. Hanya sembilan orang, yang tidak dipilih langsung oleh rakyat, yang dapat membuat atau mencabut norma produk lembaga yang mereka wakili dan pilih, yaitu presiden dan Partai Rakyat Demokratik, tanpa adanya legitimasi referendum. Republik.

Bagaimana bisa “pengamat demokrasi” yang mendukung suara rakyat membenarkan pemerintahan tirani atas nama konstitusi?

Dalam banyak hal, MK kini telah menjadi rezim yang eksploitatif. Tidak ada seorang pun yang bisa meninjau ulang seluruh putusan Mahkamah Konstitusi.

Misalnya, Putusan 90/2023 menerima orang yang bukan calon presiden dan wakil presiden menurut undang-undang pemilu.

Siapa yang dapat mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah norma peraturan perundang-undangan atau kebijakan presiden yang dianggap politis dan tidak normal?

Tidak ada yang memikirkan metode ini. Margarito Panjshanbe pernah menyarankan agar dibentuk badan yang mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi. “Lembaga ini bisa jadi MPR,” kata Margarito kepada hakim saat menjadi ahli.

Pada saat Mahkamah Konstitusi mengubah kriteria dalam Pasal 169 “q” tentang syarat calon presiden, organisasi pendukung Pilpres 2024 sudah mengajukan calon. Ada pihak yang menghina dan mencemooh Mahkamah Konstitusi dengan menyebutnya sebagai “Mahkamah Keluarga”.

Saya sendiri bukan pendukung atau penentang. Saya berpartisipasi dalam kontroversi, mengamati, mengikuti, dan melakukan beberapa hal.

Saya menentang keras Mahkamah Konstitusi mengubah dan mengadopsi norma numerik yang sebenarnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

Menurut saya, Mahkamah Konstitusi sangat munafik. Di satu sisi, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur kriteria calon presiden bukanlah persoalan konstitusional melainkan kebijakan hukum yang dipublikasikan.

Namun terkait pertimbangan Pasal 169 UU Pemilu yang masih berkaitan dengan angka, permintaan tersebut dipenuhi oleh Panitia Pusat dan perubahan kriteria sesuai permintaan Panitia Pusat.

Meski awalnya MK menolak sejumlah permohonan pengujian konstitusional terhadap pasal tersebut.

Profesor itu berkata sebentar lagi. Hakim Mahkamah Konstitusi Sardi Islo mengeluarkan dissenting opinion (Putusan 90/2023), dan Mahkamah Konstitusi mengubah pendiriannya dari konstitusional menjadi inkonstitusional. Kemudian membuat nomor konstitusi menurut MK. Aneh dan ajaib.

Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi mengukuhkan konstitusionalitas Pasal 40 Ayat 3 UU Pemilu. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal tersebut inkonstitusional dan menyusun pasal konstitusi sendiri berdasarkan sembilan hakim agung.

Lantas apa yang ingin kita lindungi dari sikap munafik MK dalam menyelesaikan perkara? Pada tahun 2023, tidak ada alasan bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengubah pendiriannya dalam waktu 30 menit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top