Profesionalisme Promosi dan Mutasi ASN

“Pemerintahan yang baik dicirikan oleh transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum, yang merupakan elemen-elemen yang sangat penting dalam memberantas korupsi. Tanpa elemen-elemen ini, benih-benih korupsi akan tertanam, yang sering kali mengarah pada permasalahan sistemik yang melemahkan kepercayaan publik dan pembangunan. .” – John N. Waiko dalam “Tata pemerintahan dan pembangunan yang baik: menuju kepemimpinan berkualitas di Kenya” (2007).

Sebagaimana disampaikan John N. Waiko sebelumnya, menjalankan pemerintahan sangat rawan korupsi sehingga perlu diatasi secepatnya.

Dalam konteks pelayanan publik, hal ini harus diawali dengan proses “promosi” dan “mutasi” dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Biasanya, “promosi” adalah pengangkatan seorang karyawan ke posisi yang lebih tinggi berdasarkan kinerja dan kemampuannya untuk meningkatkan motivasi, efisiensi dan pengembangan karir.

Sedangkan “mutasi” adalah perpindahan pegawai antar posisi dan unit untuk beradaptasi dengan kebutuhan organisasi, mengembangkan keterampilan, atau menyelesaikan masalah kinerja.

Kedua proses ini harus dilakukan secara transparan dan profesional untuk menjamin keadilan dan efisiensi dalam organisasi, serta menghindari perilaku tidak etis seperti nepotisme atau balas dendam politik.

Namun dalam konteks manajemen sumber daya manusia Indonesia, kedua topik ini sering dibicarakan.

Pasalnya, meski peraturan perundang-undangan secara jelas mengatur secara rinci rencana promosi dan mutasi, namun kenyataannya seringkali menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan prosedur yang telah ditetapkan.

Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan penting mengenai integritas dan profesionalisme para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan ASN.

Pertama, aturan yang mengatur tentang kenaikan pangkat dan mutasi ASN sudah komprehensif, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, dan Peraturan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2019.

Khusus untuk pengangkatan dan mutasi pimpinan TNI pada jabatan pimpinan di Pratama (JPT), juga terdapat aturan khusus pada pasal 130 hingga 134 PP No. 11 Tahun 2017 Pemerintah.

Namun, penerapannya di banyak daerah dan lembaga seringkali tidak mematuhi peraturan tersebut.

Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya, perbedaan pendekatan kepemimpinan dan preferensi pribadi antara pemimpin dan ASN seringkali menjadi penyebab ketidakpatuhan transfer.

Kepentingan politik juga sering berperan dalam menentukan transfer, dimana ADN yang tidak sejalan dengan kepentingan politik tertentu dapat dipindahkan atau diturunkan jabatannya.

Ketidaksetiaan terhadap pemimpin yang dipilih melalui pemilihan umum juga menjadi penyebab terjadinya mutasi yang tidak teratur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top