Tanpa Insentif Mobil Hybrid, Peralihan ke Mobil Listrik Semakin Sulit

JAKARTA, virprom.com – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangg Hartart memutuskan untuk tidak memberikan insentif bagi mobil hibrida (Hybrid Electric Vehicle/HEVs) di Tanah Air, setidaknya pada tahun ini.

Pasalnya, segmen ini berhasil berkembang dengan sendirinya, dibuktikan dengan pertumbuhan penjualan yang terus meningkat bahkan hingga jumlah kendaraan listrik baterai (BEV) meningkat hingga dua kali lipat.

Data Gaikindo menunjukkan selama enam bulan pertama tahun ini, penjualan HEV berhasil meningkat sebesar 49 persen year-on-year menjadi 25.791 unit. Sementara BEV meski naik 104 persen, volumenya masih 11.940 unit.

Baca Juga: Pemerintah Jamin Tak Ada Insentif Mobil Hybrid

Pada paruh pertama tahun 2024, HEV menguasai 68 persen pasar mobil listrik nasional dengan total 37.731 unit. Meski demikian, penjualan HEV secara keseluruhan masih berada di angka 6 persen dari pasar kendaraan roda empat nasional.

Sontak, keputusan tersebut mendapat reaksi beragam dari para pemimpin dunia usaha, salah satunya Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam.

Hal ini karena membangun industri mobil hibrida merupakan langkah penting dalam proses transisi menuju kendaraan tanpa emisi atau BEV. Selain itu, kini ada lebih dari 200 perusahaan komponen dan 300.000 pekerja di rantai pasok otomotif yang perlu dipersiapkan.

“Industri otomotif nasional saat ini sudah relatif matang dengan ciri ekspor yang kuat (hingga 90 negara). Namun ke depan harus bertransformasi menjadi industri rendah emisi,” ujarnya kepada virprom.com, Rabu (7 Agustus 2024). ).

Baca juga: Reaksi Toyota terhadap Pembatalan Insentif Mobil Hybrid oleh Pemerintah

“Jika kita terlambat beradaptasi, jelas kita akan kehilangan peluang bagus untuk membangun industri yang tidak hanya padat karya, tapi juga padat ekspor dan teknologi tinggi,” tambah Bob.

Ia kemudian membandingkan Thailand dan China yang kerap menggairahkan industri mobil hybrid, sehingga proses transisi industri mobil berbasis mesin pembakaran internal (ICE) ke BEV berjalan optimal.

Berkat insentif tersebut, pajak mobil hybrid di Thailand turun menjadi hanya 6-9 persen dari sebelumnya 11 persen. Sehingga nantinya warga bisa dengan mudah mengikuti BEV karena dididik melalui HEV.

Sementara di Indonesia, mobil hybrid dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 10-11 persen.

“Hal ini perlu kita sediakan untuk ekosistem elektrifikasi yang akan berkembang di Indonesia, khususnya E-part seperti motor listrik, PCU, Transexcel dan baterai yang saat ini masih minim investasinya,” kata Bob.

Baca Juga: Gaikindo Mundur dari Pemerintahan Tak Tawarkan Insentif Mobil Hybrid

“Kami mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan mereka (pemasok), baik dari segi keterampilan yang dibutuhkan maupun dari segi teknologi,” tutupnya.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy. Ia berharap pemerintah dapat mendukung segala jenis teknologi yang dapat membantu mengurangi emisi karbon.

Ketersediaan beragam teknologi elektrifikasi yang terjangkau akan membantu mempercepat pengembangan dan adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses WhatsApp virprom.com saluran: https://www.whatsapp .com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top