Golkar Magnet Politik, Kursi Panas Ketua Umum Usai Ditinggal Airlangga

JAKARTA, virprom.com – CEO Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan Golkar merupakan partai besar dan memiliki daya tarik elektoral sehingga wajar jika siapa pun tertarik untuk bergabung.

Terlebih lagi, pada pemilu 2024 mendatang, Golkar akan kembali bangkit dan membuktikan memiliki mesin dan infrastruktur politik yang mumpuni sebagai partai yang telah eksis selama 60 tahun sejak tahun 1964.

Golkar menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak kedua pada pemilihan parlemen (Pileg) 2024 dengan perolehan 23.208.654 suara. Capaian tersebut melebihi ekspektasi akibat buruknya hasil pemilu parlemen 2019.

“Golkar saat ini adalah partai yang benar-benar terbuka, modern, dan siap menerima siapa pun yang benar-benar mempunyai kapasitas untuk bergabung dengan Golkar.” “Juga kalau berasal dari tokoh-tokoh atau tokoh-tokoh yang mempunyai bobot elektoral yang besar,” kata Agung dalam program ngobrol Newsroom dengan virprom.com, Selasa (13/08/2024).

Baca juga: Ada 2 Pertimbangan Penting dalam Penetapan Calon Presiden Golkar

Di tengah kesuksesan tersebut, Erlanga Hartarto tiba-tiba mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.

Itulah sebabnya jabatan Presiden Golkar menjadi perbincangan hangat di dunia politik Indonesia. Secara spesifik, siapakah sosok yang menatap ke dalam kehampaan yang pantas menempatinya?

Berbicara soal calon Ketua Umum Golkar yang cocok, Agung Baskoro menilai Presiden Joko Widodo (Yokowi) merupakan calon terkuat dari sekian banyak nama yang muncul di mata publik.

Jokowi-Golkar saling membutuhkan

Kalau saya sederhanakan, ada tiga calon Presiden Golkar setelah Erlangga, Presiden Jokowi, keluarga Pak Jokowi, atau ada yang ditunjuk Jokowi. Saya masih melihat potensi Pak Jokowi yang paling besar, kata Agung

“Mengapa?” Karena dia membutuhkan kendaraan politik untuk tetap bisa bermanuver atau memastikan warisannya terus berlanjut hingga waktunya tepat,” lanjutnya.

Baca Juga: Golkar Butuh Presiden Definitif Hadapi Pilkada, Proses Internal Dianggap Lancar

Menurut Agung, hubungan antara Jokowi dan Golkar bersifat mutual atau saling membutuhkan. Mantan walikota Sol butuh kesenangan. Sementara Golkar butuh sosok.

Ia mengatakan, Jokowi tidak mungkin mengharapkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang gagal dipimpin Kaesang Pangarep beralih ke Senayan.

Agung juga mengatakan, tidak mungkin Jokowi menunggu relawan Pro Jokowi (Proyo) menjadi partai politik. Sebab, waktu yang terlampau lama, yakni dua bulan, barulah ia lengser sebagai Presiden RI.

Jadi, Golkar dipandang sebagai partai besar yang mempunyai magnet elektoral sebanding dengan PDI-P sebagai rumah baru Pak Jokowi yang kembali melayang setelah lepas jabatan dan Golkar mempunyai tren positif menjadi lebih besar lagi dari sekarang, jika bisa dikelola secara optimal. , “katanya.

Baca Juga: Keputusan Erlanga mundur dinilai anomali karena pengalaman dan kedekatannya dengan penguasa

Sementara Golkar sejauh ini gagal melahirkan sosok-sosok yang mampu menjadi pemimpin masa depan bangsa ini pasca Presiden Soharto.

“Setelah Soeharto, setelah Habibi, setelah reformasi, Golkar gagal menghasilkan presiden, calon presiden yang solid dan bisa dipilih.” Wakil presidennya Pak Yusuf Kala, tapi presiden terpilih masih belum ada, ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top