Ambiguitas Elite NU

KH. YAHYA Cholil Staquf (Gus Yahya) yang langsung terpilih menjadi Ketua Umum PBNU, di berbagai forum menegaskan, posisi NU tidak ada sangkut pautnya dengan partai politik mana pun, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ia mengatakan PKB bukanlah representasi Nahdlatul Ulama (NU). Sikap tersebut diungkapkan secara konsisten hingga pemilu tahun 2024. Jejak digital pernyataan tersebut mudah ditemukan di berbagai platform digital.

Lima bulan setelah pemilu 2024, sikap itu berubah. Bukannya menegaskan kepatuhan terhadap pernyataan sebelumnya, PBNU melalui Ketua Umum Gus Yahya dan Sekretaris Jenderal Saifullah Yusuf (Gus Ipul) tiba-tiba kebingungan terkait persoalan PKB. membentuk kelompok kerja PKB dan mengundang pengurus PKB saat ini dan mantan.

Perubahan sikap yang drastis ini tentu menimbulkan pertanyaan di masyarakat dan menimbulkan pandangan negatif di kalangan elite NU. kebijakan kedelai

Gus Yahya pertama kali tampil saat menjadi calon Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU ke-34 di Lampung tahun 2021, hingga melahirkan narasi besar “Menghidupkan Gus Dur”.

Pengalaman menjadi wakil Presiden Abdurrahman Wahid menambah modal sosial yang signifikan bagi Gus Yahya untuk mengidentifikasi dirinya sebagai murid Gus Dur.

Sesaat setelah terpilih mengalahkan KH Said Aqil Siradj, Gus Yahya menegaskan sikap politik NU yang tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun termasuk PKB.

Tak sedikit peneliti dan pemerhati NU yang memuji dan mengapresiasi cerita Gus Yahia. Ingatan publik Gus Durr bisa dengan mudah disejajarkan dengannya.

Namun suasana tersebut tidak berlangsung lama. Alih-alih memperkuat dakwah dan gagasan NU di abad kedua dengan tujuan utama mendorong kemandirian, NU di bawah kendali Gus Yahya – Gus Ipul (Ketum dan Sekjen PBNU) justru semakin mundur. perempuan untuk isu-isu politik praktis, yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan inti NU sebagai organisasi keagamaan Islam.

Belakangan ini NU tampak menjadi entitas politik akibat pernyataan dan tindakan Ketua Umum dan Sekjen PBNU (elit NU).

Padahal jika ditelusuri, silsilah kedua tokoh tersebut sebenarnya adalah tokoh aktivis-politikus.

Gus Yahya merupakan aktivis Persatuan Mahasiswa Islam (HMI) semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PKB.

Begitu pula Gus Ipul yang pernah menjadi aktivis HMI semasa kuliah di Universitas Nasional (Unas) Jakarta dan pernah menjadi pengurus PDI Perjuangan dan PKB.

Meski berlatar belakang politik, namun hal itu tidak serta merta membenarkan tindakannya mempolitisasi PBNU seperti saat ini.

Keduanya kini berfungsi sebagai ulama yang mengutamakan kepentingan politik, terutama politik jangka pendek dan sempit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top