“Reshuffle” Kabinet dan Tukar Tambah Politik Jokowi

Di penghujung masa jabatannya, dengan sisa waktu sekitar tiga bulan, Presiden Joko akhirnya menggunakan hak prerogratifnya sebagai kepala pemerintahan dan merombak kabinetnya.

Pada Kamis, 18 Juli 2024, Jokowi melantik tiga orang di Istana Negara Jakarta, yakni Thomas Dijiwandono sebagai Wakil Menteri Keuangan, Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian, dan khususnya Yuliet Tanjung sebagai Wakil Menteri Investasi.

Secara politis, tentu problematis jika Jokowi memutuskan melakukan perombakan kabinet sebagai bagian dari proses transisi dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru yang dipimpin oleh presiden yang terpilih secara demokratis.

Pasalnya, Indonesia tidak menerima sistem pemerintahan transisi karena pergantian presiden tidak serta merta mengubah kebijakan presiden terpilih.

Lain cerita ketika Komisi Pemilihan Umum AS mengumumkan pemenang presiden.

Terdapat lembaga terpisah yang disebut Administrasi Pelayanan Umum (GSA) yang menangani proses transisi ke pemerintahan baru.

Secara hukum, lembaga Kongres AS yakni DPR dan Senat menyediakan anggaran agar peralihan dari presiden lama ke presiden terpilih berlangsung tertib, aman, dan damai.

Itu sebabnya di Amerika Serikat, ketika seorang presiden mengakhiri masa jabatannya, hal itu disebabkan karena ia kalah dalam pemilihan presiden, seperti kekalahan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS tahun 2020, atau ia tidak lagi mencalonkan diri karena ia sudah menjabat sebagai presiden. Seperti Barack Obama pada tahun 2016, kedua periode tersebut memasuki periode timpang.

Sederhananya, bebek lumpuh menggambarkan kondisi mental presiden yang akan keluar akibat terpilihnya presiden baru.

Periode slow duck period biasanya terjadi dua hingga tiga bulan sebelum presiden terpilih mulai menjabat.

Pada periode ini, presiden yang memasuki periode long duck memiliki pengaruh yang terbatas terhadap urusan strategis kabinet, memberikan grasi atau kebijakan yang dianggap berdampak signifikan pada pemerintahan berikutnya.

Meski KPU telah memilih Prabowo Subianto sebagai Presiden, namun hal tersebut tentu tidak dialami oleh Presiden Joko.

Jokowi tidak memasuki masa jabatan presiden yang lama, terlihat dari kuatnya pengaruhnya dalam leluasa menggunakan hak prerogatifnya untuk melakukan perombakan kabinet.

Oleh karena itu, anggapan mengenai alasan perombakan kabinet tidak ada kaitannya dengan kepentingan proses pemerintahan transisi, melainkan didasarkan pada pertimbangan politik dan bertujuan untuk melindungi kepentingan Presiden terpilih Prabowo.

Dua dari tiga wakil menteri yang dilantik Presiden Joko merupakan orang dekat dengan Prabowo dan kader kunci Partai Revolusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top