5 RUU “Nyelak” di Ujung Pemerintahan Jokowi, untuk Lemahkan Pengawasan Rakyat?

Jakarta, virprom.com – Pakar hukum tata negara Biwitri Susanti menilai ada lima perubahan undang-undang (RUU) yang masuk atau tidak masuk dalam Program Prioritas Nasional (Prolegnas), namun kini tengah dibahas DPR. RI di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kelima aturan tersebut adalah RUU Polri, RUU TNI, RUU Mahkamah Konstitusi (MK), RUU Departemen Luar Negeri, dan RUU Penyiaran.

“Kita tahu banyak undang-undang yang disahkan pada akhir pemerintahan Jokowi. Misalnya, undang-undang tentang kementerian negara,” katanya dengan kesal, “sebenarnya bukan prioritas tahun ini, tapi menurutnya itu keputusan Mahkamah Konstitusi.” Hukum Mahkamah Konstitusi juga cukup keras, terlebih lagi,” kata Biwitri dalam acara yang ditayangkan di YouTube PSHK Indonesia, Rabu (04/07/2024).

Baca Juga: Politisi PDI Perjuangan: Kemerdekaan Tak Akan Ada Lagi Jika RUU Polri Disahkan

Menurut Bivitri, tidak terlihat jelas kebijakan hukum dalam kelima RUU tersebut, yang secara langsung menunjukkan dampaknya.

Tapi, kata Bivitri, jika dibaca cermat dan mendalam, setidaknya ada 5 RUU yang dirancang untuk mengurangi kontrol terhadap kekuasaan.

Setidaknya 5 undang-undang ini bertujuan untuk mengurangi pengawasan aparat. Polri, dimulai dari TNI, karena yang kita bicarakan bukan dwifungsi ABRI seperti dulu, tapi multi fungsi. katanya.

Pendiri Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini menambahkan, RUU Polri saat ini tidak memuat isu reformasi yang dibutuhkan oleh penguntit tembaga itu sendiri.

Demikian pula RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU TNI dinilai sudah sesuai dengan syarat perubahan yang diperlukan.

“Uji ulang UU yang dilakukan MK justru mengintervensi hakim untuk melegalkan apa yang dilakukan selama ini. Jadi melegalkan apa yang sebenarnya salah,” kata Bivitri.

Baca juga: RUU TNI: Prajurit Bisa Jabat Sipil Sesuai Kebijakan Presiden

Kemudian Bivitri menambahkan RUU Penyiaran yang diyakininya akan berdampak pada kebebasan berekspresi.

“Kemudian RUU Perdana Menteri juga melakukan hal yang sama, berbagi kue kekuasaan itu mudah karena tidak ada batasan,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, proses legislasi harus melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga mengatur desain aturan hukum tersebut.

Menurut dia, ada lima RUU yang belum melalui proses perencanaan dan tidak masuk dalam program legislasi nasional DPR RI tahun ini.

“Dengan kerangka ini, semua undang-undang harus melalui proses perencanaan terlebih dahulu. Biasanya kalau tidak ada dalam program nasional tidak bisa dibahas,” ujarnya.

“Kadang-kadang mereka (anggota DPR) pakai argumentasi, putusan MK atau perjanjian internasional boleh mereka tolak. Kadang putusan MK tidak ada kaitannya dengan apa yang diubah, tapi dijadikan alasan,” imbuhnya. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung ke ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top