Pentingnya UU Keamanan dan Resiliensi Siber

Ancaman siber lintas negara semakin menjadi kenyataan. Pada saat yang sama, banyak negara, termasuk Indonesia, saat ini tidak memiliki peraturan yang memadai untuk fokus pada keamanan dan ketahanan siber.

Jadi, apakah Indonesia memerlukan undang-undang keamanan dan ketahanan siber? Data berikut dapat menjadi prasyarat.

Pertama, laporan Forum Ekonomi Dunia Mengapa Regulasi Global Diperlukan untuk Memerangi Kejahatan Dunia Maya yang ditulis oleh Robert Mugga dan Mac Margolis (2/01/2023) menyebutkan bahwa kerugian akibat kejahatan dunia maya bisa mencapai US$10,5 triliun setiap tahunnya. 2025. Sasarannya adalah individu, pemerintah, dan infrastruktur penting.

Penjahat dunia maya beroperasi secara internasional dan lintas batas. Isu ini harus menjadi agenda utama negara, perusahaan dan organisasi internasional di seluruh dunia.

Teknologi baru meningkatkan cakupan dan dampak serangan malware dan ransomware, kata laporan itu. Pada tahun 2020, angka-angka ini masing-masing meningkat menjadi lebih dari 350% dan 430%.

Kedua, laporan Statista bertajuk Proyeksi Biaya Kejahatan Dunia Maya Secara Global 2018-2029 (27 Juni 2024) mengulas indikator-indikator global mengenai proyeksi biaya kejahatan dunia maya. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah dari tahun 2024 hingga 2029, mencapai nilai total US$6,4 triliun.

Dampak kejahatan dunia maya mencakup korupsi dan penghancuran data, pencurian, hilangnya produktivitas, pencurian kekayaan intelektual, pencurian data pribadi dan keuangan, penipuan dan penipuan.

Dampak kejahatan dunia maya mencakup gangguan terhadap aktivitas bisnis normal setelah serangan, investigasi forensik, pemulihan dan penghapusan data dan sistem yang diretas, dan kerusakan reputasi (Steve Morgan 2020).

Laporan Statista juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, dunia usaha di seluruh dunia akan menjadikan peningkatan ketahanan siber sebagai prioritas pengeluaran utama. Kerugian akibat kejahatan dunia maya diperkirakan akan meningkat pada tahun 2024 dan 2029.

Menurut Statista, nilai kejahatan dunia maya diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2029, dengan total kerugian mencapai $15,63 triliun.

Ketiga, data terbaru yang diungkap Forbes (8/05/2024). Dilaporkan bahwa setelah pertumbuhan selama sebelas tahun berturut-turut, indikator ini diperkirakan mencapai US$15,63 triliun dan mencapai puncaknya pada tahun 2029.

Keempat, di antara semua jenis serangan siber, ransomware merupakan modus yang paling umum ditemui, yaitu sekitar 70% dari seluruh insiden.

Industri manufaktur menghadapi serangan ransomware paling banyak dan paling banyak ditargetkan secara global.

Kelima, pemerintah AS membeberkan data lain melalui FBI. Menurut laporan FBI, pada tahun 2023, kerugian ekonomi akibat serangan siber di AS akan melebihi 10 miliar dolar AS. Membandingkan

Sudah saatnya Indonesia menerapkan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber. Oleh karena itu, agar undang-undang tersebut efektif dan mampu memenuhi kebutuhan, maka kontennya harus sejalan dengan realitas siber terkini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top