Mengenal Penyebab Kematian Mendadak Saat Olahraga

virprom.com – Meninggalnya pebulutangkis Tiongkok Zhang Zhi Jie pada Kejuaraan Junior Asia di Yogyakarta (30/6) menimbulkan kekhawatiran.

Kematian jantung mendadak pada atlet muda seperti Zhang dapat terjadi karena sejumlah alasan.

Dokter spesialis jantung RS Jantung Binawaluya Jakarta, dr. Muhammad Munawar Sp.JP (K) mengatakan salah satu penyebabnya adalah gangguan irama jantung ganas yakni takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel.

“Pada dua kondisi tersebut, bilik jantung berdetak terlalu kencang dan tidak sinkron. Akibatnya, aliran darah ke seluruh tubuh hampir terhenti, termasuk otak kita,” jelas dr Munawar dalam keterangannya kepada virprom.com.

Jika hal ini terjadi, pasien akan pingsan yang disebut serangan jantung, dan sering kali disertai kejang.

Dalam video pertandingan tersebut, Zhang juga terlihat mengalami kejang-kejang sebelum akhirnya pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.

Baca Juga: BWF Jelaskan Prosedur Bantuan Darurat untuk Atlet Pasca Meninggalnya Zhang Zhi Jie

“Jika kasus seperti ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, dalam waktu sekitar 10 menit, penderitanya akan meninggal. Setiap keterlambatan 1 menit pengobatan, penderita akan kehilangan 10 persen peluang untuk bertahan hidup,” kata dr Munarwan.

Ia juga mengatakan, penyebab takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel pada usia muda bukanlah serangan jantung melainkan kondisi kardiomiopati hipertrofik (HCM).

“HCM merupakan kelainan genetik berupa penebalan otot jantung yang secara mikroskopis ditemukan adanya sumbang (tidak beraturan) pada struktur sel otot jantung,” jelasnya.

Kondisi ini menyerang 1:500 orang dan umumnya menyerang laki-laki. HCM dapat dideteksi dengan EKG (ekokardiogram).

Penyebab lain dari gangguan irama jantung adalah kardiomiopati ventrikel kanan aritmogenik (ARVC), yang juga bersifat genetik. Melalui pemindaian MRI, hal ini bisa diketahui.

Pencegahan dan bantuan

Kematian jantung mendadak pada atlet harus dicegah dan ditangani.

Menurut Dr. Munawar, di lapangan harus ada tenaga medis yang terlatih melakukan resusitasi jantung paru (CPR). Termasuk ketersediaan alat bantu pernapasan sederhana dengan alat oksigen portabel dan portable defibrillator (AED).

“Jika korban tidak bernapas dan tidak ada denyut nadi, sebaiknya segera dilakukan CPR. Segera dipasang defibrillator otomatis. Meski tidak ada jaminan korban akan tertolong, namun jika akses cepat akan dilakukan oleh tenaga medis terlatih dengan peralatan lengkap seperti di atas, sebagian besar korban akan membantu,” ujarnya.

Ia menambahkan, tenaga medis harus melakukan CPR hingga korban hidup atau meninggal.

Jelas, membawa korban ke rumah sakit jika korban belum mendapat pertolongan yang tepat akan berakibat fatal, kata dokter yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Kardiovaskular Indonesia ini.

Olahraga ekstrem dengan intensitas tinggi bukannya tanpa risiko. Namun, dengan persiapan dan penanganan darurat yang tepat, risiko tersebut dapat dikurangi.

Baca Juga: Pemain Bulu Tangkis Meninggal Mendadak, Dokter Bilang AED Dibutuhkan di Fasilitas Umum Dapatkan Berita & Kumpulan Berita Terkini langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses Saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top