Indonesia Cemas 2045: Generasi Muda dalam Cengkeraman Diabetes Melitus

Saat membaca artikel ini, sebagian besar dari kita mungkin masih memahami bahwa diabetes melitus merupakan penyakit lansia. Bahkan seringkali kita merasa aman jika tidak ada riwayat keluarga yang mengidap penyakit ini.

Namun kenyataannya jauh lebih menakutkan dari yang kita bayangkan. Peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia telah mencapai tingkat yang berbahaya dan mengancam generasi muda dan anak-anak.

Memikirkan penyakit ini membuat kita lengah, padahal bahaya sebenarnya ada di depan mata.

Meningkatnya prevalensi penyakit diabetes melitus (DM) di Indonesia menunjukkan tren yang luar biasa.

Data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 mencatat adanya peningkatan prevalensi DM pada penduduk usia 15 tahun ke atas dari 10,9 persen pada tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023, dengan jumlah penderita diperkirakan mencapai 28,6 juta orang pada tahun 2045.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh gizi buruk, kurangnya aktivitas fisik, peningkatan obesitas, serta rendahnya pengetahuan dan pengobatan yang tidak tepat, menjadikan diabetes sebagai penyebab kematian keempat di negeri ini pada tahun 2019.

Permasalahan diabetes menjadi semakin rumit dengan meningkatnya kasus diabetes melitus pada anak dan remaja.

Laporan Ikatan Anak Indonesia (IDAI) mencatat terjadi peningkatan 70 kali lipat diabetes tipe 1 pada anak di bawah usia 18 tahun pada tahun 2010 hingga 2023. Jumlah kasusnya mencapai 2 per 100.000 pada Januari 2023 dibandingkan 0,028 per 100.000 orang. pada tahun 2010.

Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya mencatat jumlah kasus tertinggi, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia 10-14 tahun (46,23%), diikuti usia 5-9 tahun (31,05%) dan usia 0-4 tahun (19 persen).

Mayoritas penderita kanker anak adalah perempuan (59,3%) dibandingkan laki-laki (40,7%).

Faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus antara lain pola makan tidak sehat tinggi gula, karbohidrat, dan lemak trans, serta gaya hidup dengan kurangnya aktivitas fisik.

Anak-anak yang rutin mengonsumsi minuman manis dan makanan dengan indeks glikemik tinggi berisiko lebih tinggi terkena diabetes.

Sementara itu, penggunaan zat yang terlalu banyak akan menurunkan aktivitas fisik sehingga mempercepat timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes.

Lalu apa langkah pemerintah dalam menghadapi fenomena tersebut?

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mencanangkan beberapa program nasional yang dirancang untuk mengendalikan peningkatan prevalensi diabetes melitus (DM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top