TNI Usul Aturan Prajurit Tak Boleh Bisnis Dihapus, Pengamat: Harusnya Diperjelas Ruang Lingkupnya

Jakarta, virprom.com – Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, Pasal 39 Ayat 3 (3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI lahir untuk menjaga ketertiban dan disiplin diri sebagai seorang keamanan dan penjaga pertahanan.

Maklum, ketentuan pelarangan prajurit TNI melakukan kegiatan komersial merupakan permintaan Mabes TNI, seperti disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Kresno Buntoro.

Oleh karena itu, Fahmi mengatakan, jika akan ada perubahan sebaiknya tentukan bidang usaha yang diinginkan agar tidak banyak tafsir atau diabaikan.

Fahmi mengatakan kepada Kompas, “Meski perlu diubah, saya kira hal itu harus memperjelas batasan ruang lingkup dan ancaman sanksi jika terjadi pelanggaran,” kata Kompas. com, Senin (15/7/2024).

Baca juga: Pemerintah Pastikan Akan Abaikan Tuntutan Masyarakat untuk Perubahan UU TNI dan Polri

Namun menurut Fahmi, kegiatan niaga yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), adalah organisasi dan prajurit sebagai badan hukum. Oleh karena itu, contoh yang diberikan Kebabinkam jika dikaitkan dengan larangan dalam pasal tersebut tidak relevan.

Diberitakan sebelumnya, Laksamana Cresno Bontoro mencontohkan tak mampu membantu istrinya yang berbisnis warung makan. Oleh karena itu, menurut Pasal 39 ayat (3), hendaknya ia dihukum.

“Tentara dilarang melakukan kegiatan komersial. Saya sebenarnya tidak mau terlibat. Orang-orang saya pergi berbelanja dan sebagainya. Apakah ada di sana? Makanya sebaiknya dibuang saja,” kata Cresno. Acara di Hotel Borobudur Jakarta Pusat pada 11 Juli 2024, YouTube memantau Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Oleh karena itu, kata Kresno, ketentuan larangan partisipasi komersial dikesampingkan untuk membahas reformasi TNI di DPR RI.

Baca Juga: Panglima Kirim Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk Reformasi UU TNI, Bukan Hanya Pemekaran Sipil

Fahmi kemudian menjelaskan, ada empat alasan pelarangan perdagangan prajurit TNI yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (3) UU TNI.

Pertama, alasan profesi ini. Menurutnya, melakukan bisnis dapat mengalihkan atau bahkan mengalihkan perhatian dan sumber daya dari tugas utama mereka, yang merupakan elemen kunci konservasi.

Kedua, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini karena kebijakan, keputusan dan tindakan TNI cenderung dipengaruhi oleh kepentingan komersial dibandingkan kepentingan nasional.

Ketiga, adanya kemungkinan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Terakhir, untuk menjaga keamanan nasional.

Baca Juga: Amandemen UU TNI Perkenalkan Prajurit Berbisnis

Menurut Fahmi, keterlibatan TNI dalam bisnis merupakan risiko penggunaan informasi dan sumber daya strategis untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, dapat membahayakan keamanan nasional.

Fahmi mengatakan, Oleh karena itu, kebijakan dan peraturan yang melarang TNI melakukan bisnis bukanlah sesuatu yang asal-asalan dan tidak didasarkan pada kajian mendalam dari segala aspek.

Ia mengatakan: “Kebijakan ini harus diterapkan untuk menjaga integritas profesional dan efisiensi TNI dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai agen keamanan dan pertahanan.”

Baca juga: Respons Perubahan UU TNI Wakil Komisioner: Masyarakat Harus Paham…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top