Cerita Warga Difabel di Desa Oben NTT, Terbantu Program “Inklusi” Kemitraan Indonesia-Australia

KUPANG, virprom.com – Australia dan Indonesia berupaya meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan politik melalui program inklusi.

Dimulai pada tahun 2021 dan berlangsung selama delapan tahun hingga tahun 2029, program inklusi mendukung agenda pemerintah Indonesia untuk mencapai masyarakat inklusif dengan mendukung rencana pembangunan nasional dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Program ini bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil untuk mempromosikan upaya mereka dalam kesetaraan gender, hak-hak disabilitas, dan inklusi sosial.

Baca Juga: Reading Camp di NTT untuk Tingkatkan Literasi Anak, Program Inovasi Kemitraan Indonesia-Australia

Dengan anggaran sebesar 120 juta dolar Australia (Rp 1,3 triliun), program inklusi bermitra dengan 11 organisasi masyarakat sipil Indonesia, delapan organisasi mitra penelitian dan jaringannya.

Saat ini program inklusi dilaksanakan di 32 provinsi, 129 kabupaten/kota, dan 650 desa di Indonesia.

virprom.com berkesempatan pada Kamis (27/6/2024) mengunjungi salah satu lokasi Program Inklusi di Desa Oben, Kecamatan Nekamis, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Jabez Abzena, Kepala Desa Oben, menjelaskan desanya memiliki 363 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1.360 jiwa. Beberapa di antaranya merupakan kelompok disabilitas dengan disabilitas mental dan fisik.

Elmi Sumarni Ismaev, salah satu pendiri Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas untuk Inklusi (GARAMIN) menjelaskan, “Kegiatan pertemuan rutin KDD (Kelompok Disabilitas Desa) kami mulai dari awal tahun 2022 pada bulan Agustus, sebelumnya teman-teman belum memiliki Kelompok penyandang disabilitas, “Kami memiliki sekelompok penyandang disabilitas. Setelah terbentuk, ada pengurus, ketua, sekretaris, wakil, dan bendahara.”

Baca Juga: Bersama Australian Preparedness Program, BPBD NTT berupaya mengurangi risiko dampak bencana

Sementara itu, GARAMIN bermitra dengan Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Penyandang Disabilitas Indonesia (Sigab) untuk melaksanakan program inklusi di Desa Oben.

“Kemudian dalam pertemuan kelompok rutin biasanya teman-teman mendiskusikan kebutuhan dan permasalahannya, sehingga pada saat musyawarah desa biasanya mereka mengkomunikasikannya kepada pemerintah desa.”

“Selama dua tahun terakhir kelompok penyandang disabilitas ini memiliki anggaran desa,” lanjutnya.

Elmi misalnya, mengatakan dana desa digunakan untuk pelatihan public speaking.

Penyandang disabilitas di Desa Oben bekerja di berbagai bidang

Sementara itu, Arifakzat Nenobais, Ketua KDD Mee Sain Oben menjelaskan, “Nama kelompok disabilitas kami (di) Desa Oben (Mayu Sain), di Indonesia adalah kelompok ‘ringan’ (jadi artinya) kelompok cerdas,” ujarnya. Tersenyum lebar.

Lanjut Arifakzat, dalam pertemuan rutin setiap bulannya, meu sine oben KDD biasanya membahas kegiatan apa saja yang telah mereka lakukan di desa dan mencatat serta melaporkannya ke pemerintah desa rata-rata setiap enam bulan sekali.

“Data terakhir kelompok kami bulan ini… ada 30 penyandang disabilitas, 15 perempuan dan 15 laki-laki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top