56 Negara Anggota Persemakmuran Desak Inggris untuk Tebus Kejahatan Masa Lalu

Penulis: VOA Indonesia

Appia, virprom.com – Raja Charles III dari Inggris menghadapi tantangan untuk berdamai dengan masa lalu kolonial negaranya.

Pertemuan puncak persahabatan para pemimpin Persemakmuran pada Jumat (25/10/2024) berubah menjadi perdebatan sengit mengenai perbudakan dan warisan kerajaan.

Para pemimpin dari 56 negara anggota Persemakmuran, sebagian besar merupakan bekas jajahan Inggris, bertemu di Samoa untuk menghadiri pertemuan puncak yang akan menjadikan kelompok tersebut relevan.

Baca Juga: Raja Charles III Kunjungi Parlemen Australia, Teriak ‘Kamu Bukan Rajaku’

Namun, pertemuan puncak pertama Charles III malah terdegradasi ke dalam sejarah dan bukannya bersatu untuk mengatasi isu-isu mendesak seperti perubahan iklim.

Banyak negara Afrika, Karibia dan Pasifik ingin bertemu dengan Inggris dan negara-negara Eropa lainnya dan menawarkan ganti rugi finansial untuk perbudakan atau ganti rugi politik.

Mereka ingin KTT tersebut berkomitmen untuk membahas keadilan kompensasi, yang selama ini dihindari oleh pemerintah Inggris di tengah kesulitan keuangan.

Perdana Menteri (PM) Bahama Philip Davis mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa perdebatan tentang masa lalu sangat penting.

“Ini saatnya untuk melakukan pembicaraan nyata tentang bagaimana kita memperbaiki kesalahan bersejarah ini. “Keadilan kompensasi bukanlah pembicaraan yang mudah untuk dilakukan, tapi ini penting,” kata Davis.

“Kengerian perbudakan telah meninggalkan luka mendalam dan abadi di komunitas kita, dan perjuangan untuk keadilan dan keadilan restoratif masih jauh dari selesai,” tambahnya.

Baca Juga: Raja Charles Tiba di Australia, Kunjungan Pertama Tahun 1966

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer sejauh ini secara terbuka menolak seruan untuk melakukan reparasi, dan para delegasi menolak untuk meminta maaf pada pertemuan tersebut.

Keluarga kerajaan Inggris, yang telah memperoleh keuntungan dari perdagangan budak selama berabad-abad, juga menghadapi tantangan untuk meminta maaf.

Deklarasi puncak yang menyerukan diskusi mengenai kolonialisme menimbulkan kegemparan.

Sebuah sumber diplomatik, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa negara-negara maju berusaha melunakkan pernyataan dalam deklarasi akhir.

“Tantangan kompensasi bukan sekedar kompensasi finansial; Davis menekankan bahwa hal ini adalah tentang mengakui dampak jangka panjang dari eksploitasi selama berabad-abad dan memastikan bahwa warisan perbudakan ditangani dengan kejujuran dan integritas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top