26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Ketika kami masih pelajar, di usia 20-an, kami muncul di jalanan hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan.

Kami melakukannya dengan keras, hampir tanpa jeda. Kita kehilangan keringat, air mata, dan darah.

Seringkali darah kita tertumpah karena tiada hari tanpa penindasan dari aparat, gas air mata, peluru karet dan pentungan dari aparat adalah hari-hari yang kita alami.

Itupun salah satu teman kami di Universitas Trisakti tewas tertembak peluru tajam saat demonstrasi 12 Mei 1998.

Kami terus berjuang hingga Soeharto menyerah dan mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. Tepat 26 tahun yang lalu pada hari ini. Ide-Ide Besar Reformasi Protestan

Pertanyaannya, mengapa 26 tahun lalu kita begitu tabah dan berani di jalanan tetap berdemonstrasi meski ada teman kita yang terbunuh? Karena saat itu kita punya mimpi, ada harapan besar, ada niat besar untuk masa depan republik ini.

Saat itu kami ingin memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kita juga menginginkan pemerintahan yang benar-benar demokratis, kekuasaannya dibatasi, otoritarianisme dan militerisme dihilangkan, perekonomian berkembang, dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

Pelanggar HAM akan diadili dan dihukum hingga kita menjadi bangsa yang benar-benar menjunjung tinggi HAM, bangsa yang menjunjung tinggi konstitusi, dan bangsa yang beradab.

Setelah 26 tahun berlalu, bagaimana dengan semua harapan besar tersebut? Kenyataannya adalah cita-cita besar ini saat ini banyak diabaikan, bahkan dikhianati.

Bahkan, KKN kini semakin merajalela. Indeks korupsi Indonesia mendapat peringkat merah, menurut Transparansi Internasional hanya mendapat skor 34 (2024).

Kesejahteraan masyarakat belum tercapai, laju pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5 persen, masih banyak pengangguran, bahkan masih terdapat 9,9 juta generasi muda Indonesia berusia 15-24 tahun atau Gen Z yang saat ini tidak bekerja. .

Demokrasi masih stagnan dan cenderung memburuk dengan posisi indeks menurut The Economist (2024) masuk dalam kategori demokrasi kurang dengan skor kebebasan sipil hanya 59.

Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) masih memiliki nilai yang buruk, hanya berkisar 3,2. Kebudayaan kita juga tidak sehat karena etika bernegara sudah runtuh.

Dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara dan Asia.

Angka PISA (Programme for International Student Assessment) negara ini masih berada di urutan terbawah. Faktanya, rata-rata nilai IQ Indonesia saat ini termasuk di antara negara-negara yang mengalami permasalahan intelektual karena rata-rata nilai IQ-nya hanya mencapai 78,49.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top