20 Tahun Pengeboman Kedubes Australia, Kamis Kelabu dan Jejak Teror di Indonesia

Jakarta, Kompas. COM – Pada Kamis, 9 September 2004, Jakarta diguncang bom besar yang meledak di depan Kedutaan Besar Australia.

Ledakan terjadi pada pukul 10.15 WIB dan terdengar dalam radius 5 km. Berdasarkan catatan polisi, 9 orang tewas dalam kejadian tersebut dan 160 orang luka-luka.

Peristiwa tersebut menambah rangkaian serangan teroris yang mengguncang Indonesia sejak bom Bali tahun 2002 dan bom Hotel JW Marriott tahun 2003.

Saat itu, Kapolri Jenderal Dai Bachiar mengklarifikasi bahwa bom tersebut berasal dari mobil yang diparkir di jalur lambat depan KBRI. Pendekatan ini mirip dengan serangan JW Marriott yang menewaskan 14 orang dan melukai 156 orang.

Baca juga: Kesalahan dan Permintaan Maaf di Balik Jeruji Atas Aksi Bom Kedutaan Besar Australia di Nusakambangan

Ledakan tersebut merusak pagar besi, menghancurkan tenda penjaga keamanan, dan menghancurkan bangunan di sekitarnya. Beberapa bangunan yang terdampak antara lain Plaza 89, Minara Gracia, Graha Banarasa, dan kantor Kementerian Koperasi dan UKM.

Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, antara lain Roys, Ahmed Hasan, Apui, dan Saghir alias Abdul Fattah. Mereka ikut serta dalam pengeboman tersebut, namun bukan pelaku utama.

Operasi ini terkait dengan jaringan teroris internasional yang dipimpin oleh Dr. Izri Hussain dan Noordin M Top, dua tokoh yang diduga terlibat dalam beberapa aksi teror bom di Indonesia.

Salah satu tersangka, Rois, mengatakan ide bom datang dari Azhari. Ia bertugas menyiapkan mobil dan rumah yang disewakan sebagai tempat perakitan bom.

Baca Juga: Sudirman Berjuang Hidup, Korban Bom Kedubes Australia: Hilang Mata Kirinya, Masih Minum Obat

Bersama temannya Harry Golon dan Jaber, mereka membeli mobil Daihatsu Zebra untuk digunakan dalam penyerangan. Rois juga memfasilitasi pembelian bahan peledak seperti potasium dan belerang.

Harry Golan menjadi pelaku bom bunuh diri dalam serangan ini setelah melalui banyak penelitian dan persiapan. Pada 20 Agustus lalu, ia membuat surat wasiat kepada keluarganya, pertanda ia siap mengambil risiko.

Pada 13 September 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati pada Rois. Ahmad Hasan pun divonis hukuman mati sehari kemudian.

Sementara itu, Dr. Izhari tewas dalam baku tembak saat polisi menggerebek tempat persembunyiannya di Malang, Jawa Timur pada November 2005, sedangkan Nordin M. Top tewas dalam penggerebekan di Sulu, Jawa Tengah pada 17 September 2009.

Baca Juga: Jalur Rekonsiliasi Terluka, Korban Bom Kedubes Australia: Apa Dosa Kita?

Pengeboman tersebut menimbulkan luka yang mendalam di Indonesia dan menjadi pengingat akan ancaman terorisme yang melanda kita saat itu. Berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top